REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyatakan kualitas pemilihan kepala daerah secara langsung menunjukkan pengaruh signifikan terhadap korupsi kepala daerah. Pernyataan tersebut disampaikan saat sidang promosi Doktor Ilmu Pemerintahan yang diikuti Gamawan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Jumat (19/9).
Namun, Gamawan mengungkapkan praktik korupsi oleh kepala daerah tidak hanya disebabkan kualitas penyelenggaraan dan faktor kepala daerah semata.
"Tapi kami yakin faktor perilaku masyarakat juga berpengaruh. KPK bilang 71 persen masyarakat setuju dan mau menerima money politic," kata dia.
Untuk pencegahan korupsi pilkada langsung, dari hasil kajiannya, Gamawan mengemukakan beberapa hal perlu dilakukan. Dari aspek penyelenggara, di antaranya, melalui seleksi penyelenggara pemilu yang dilakukan secara ketat. KPU dan Bawaslu dipastikan harus menguasai seluruh proses pemilihan. Disertai penyiapan sarana, prasarana, dan dana yang cukup.
Dari tahap persiapan, dilakukan sosialisasi lebih intensif. Penentuan calon oleh parpol dilakukan terbuka. Dan memberikan ruang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk memberikan masukan.Dari tahap pelaksanaan, kampanye dilakukan hanya dengan pertemuan terbatas. Kampanye terbuka dilarang, dan pemasangan iklan maupun atribut dibatasi.
Model pemilihan langsung dengan biaya murah, Gamawan melanjutkan, dilakukan perbaikan regulasi. Lalu peningkatan pendidikan politik masyarakat yang dilakukan pemerintah dan partai. Pembenahan kaderisasi dan rekrutmen partai. Serta pengetatan pengawasan dengan melibatkan KPK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Pada tahapan pelaksanaan, kepala daerah yang terbukti melakukan praktik politik uang dengan tegas dikenakan sanksi diskualifikasi.
Selain perbaikan kualitas dan proses, Gamawan juga mengemukakan penekanan korupsi melalui model pemilihan kepala daerah di DPRD. Kepala daeah dipilih oleh panitia pemilihan yang dibentuk pemeirntah, DPRD, kelompok masyarakat terdiri dari akademisi, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh adat.
"Tapi dua-duanya harus ada perbaikan. kalau langsung ada perbaikan. Kalau tidak langsung juga harus ada perbaikan, jangan diambil model orde baru 100 persen," ujarnya.