REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama tetap mengkaji kemungkinan pengakuan administratif agama di luar enam agama yang diakui negara. Ini dilakukan dengan dasar pertimbangan kebebasan beragama yang dijamin konstitusi.
Staf Ahli Menteri Agama Bidang Hukum dan HAM, Machasin mengatakan, pihaknya akan melanjutkan dialog terkait wacana tersebut. Ia sudah memperkirakan adanya resistensi dari beberapa pihak terkait ide tersebut.
Hal itu dinilai wajar dalam negara demokrasi.
Dia menjelaskan, negara wajib melindungi setiap warga negaranya. Perlindungan itu diberikan dalam bentuk pemberian hak dan pelayanan yang sama dari negara. “Jadi agama-agama ini sudah ada sejak dulu di Indonesia, dan negara wajib melindungi (pemeluknya),” ujarnya.
Machasin mengatakan, banyak agama dan kepercayaan yang sudah ada di Indonesia sejak dulu tapi hingga kini belum diakui secara resmi. Dia mencontohkan, agama Baha'i, Tao, Kaharingan, Yahudi, Sunda Wiwitan dan lainnya telah lama ada di Indonesia dan pengikutnya juga orang Indonesia, meskipun jumlahnya tidak banyak.
Sebelumnya, Ketua Umum FPI Habib Muchsin Alatas bersama puluhan massa FPI mendatangi kantor Kemenag di Jalan Lapangan Banteng Barat, Jakarta. FPI menolak gagasan terkait rencana pengakuan agama secara resmi oleh negara di luar enam agama yang telah ada saat ini yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu.