REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra/Wartawan Republika
Masyarakat, khususnya kaum hawa, sepertinya semakin sadar betapa pentingnya memiliki asuransi jiwa atau kesehatan. Tidak salah, jumlah peserta asuransi perorangan semakin meningkat dari waktu ke waktu.
Menurut data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) pada 2013, peserta asuransi mencapai 12,79 juta jiwa, naik 29,38 persen dibandingkan dengan jumlah tertanggung pada periode yang sama tahun lalu sebanyak 9,8 juta orang. Di antara jumlah itu tentu tidak sedikit yang pesertanya adalah para perempuan.
Harus diakui, meningkatnya jumlah kelas menengah diiringi dengan kenaikan tingkat kesadaran kaum perempuan dalam mengelola keuangannya. Salah satu bentuk ksadaran itu adalah wajib mengalokasikan dana untuk membayar premi asuransi.
Gita Amanda (28 tahun), misalnya, yang menyisihkan sekitar 15 persen pendapatannya setiap bulan untuk membayar tanggungan asuransi. Dia tergerak ikut premi khusus kesehatan setelah mendapat banyak informasi tentang produk asuransi.
Alasan itu dapat dimengerti jika mengacu pada data Yayasan Kanker Indonesia (YKI) pada 2013, di mana saat ini perempuan Indonesia rentan terserang 44 penyakit kritis, seperti kanker serviks, kanker payudara, jantung, dan stroke.
Karena itu, Gita secara sadar terdorong untuk membayar premi rutin agar merasa lebih aman. "Gue belum merasakannya sekarang, tapi ini untuk pegangan saja nanti kalau ada apa-apa," kata perempuan yang meniti karier sebagai seorang penulis tersebut.
Gita sudah dua tahun lebih ikut asuransi dengan pertimbangan praktis dan berdasarkan pertimbangan matang. Menurut dia, para perempuan itu harus pintar dalam mengelola keuangannya dan memiliki rencana panjang.
Pertimbangan lain yang juga mendorongnya adalah dengan ikut asuransi maka bisa mendapat dua manfaat. Satu, dana yang disetorkan bisa menjadi tabungan yang akan digunakan untuk keperluan anaknya yang memasuki usia sekolah ketika jatuh tempo pada tahun ke-10.
Dan, ia secara otomatis terproteksi kalau seandainya mengalami gangguan kesehatan lantaran berbagai jenis biaya perawatan medis sudah terkover dalam asuransi tersebut.
"Kalau duit hanya ditabungkan ke bank secara konvensional, saya hanya punya tabungan. Dengan asuransi, saya jadi punya tabungan plus jaminan proteksi kesehatan," kata perempuan berusia 28 tahun, yang baru saja melahirkan tersebut.
Pengalaman Ratu Namirha juga bisa menjadi pelajaran bersama. Pekerja swasta berusia 23 tahun tersebut baru setahun belakangan ikut asuransi di perusahaannya dengan fasilitas rawat jalan, meski tidak wajib diikuti para karyawan. Pada mulanya, ia rada menyesal dengan jumlah potongan gaji untuk pembayaran premi lantaran jumlahnya cukup besar.
Sempat terbersit rasa keberatan dan juga ingin berhenti ikut asuransi lantaran tidak mendapat manfaat sama sekali dengan program yang diikutinya tersebut. Namun, hal itu diurungkannya setelah diyakinkan calon suaminya.
Entah mendapat berkah tersembunyi di balik keputusannya itu, Ratu tidak berselang lama mendapat cobaan jatuh sakit. Dia harus diopname di rumah sakit swasta dalam hitungan beberapa hari. Beruntung, semua biaya medis ditanggung perusahaan asuransi yang diikutinya.
Setelah kejadian itu, penilaiannya terhadap produk asuransi langsung berubah total. Dia menilai, menjadi peserta asuransi member manfaat luar biasa yang tidak bisa diukur secara materi. “Kemudian, saya tidak mikir-mikir lagi untuk ikut terus asuransi," kata perempuan yang tinggal di Bekasi itu.
Ratu melanjutkan, keinginannya membayarkan premi sekarang juga dengan pertimbangan masa depan. Cepat atau lambat, ia akan menikah, melahirkan, dan berstatus sebagai ibu.
Sebagai antisipasi agar pengeluarannya tidak membengkak ketika hamil nanti, kata dia, tentu saja jalan satu-satunya adalah dengan memiliki kartu sakti yang dikeluarkan perusahaan asuransi. Dengan begitu, ia tidak keluar uang banyak ketika harus sering konsultasi ke dokter atau berobat ke rumah sakit.
Dia tidak mau tanggungan itu semua harus ditimpakan kepada suami. Selain pertimbangan kasihan, ia juga ingin agar anggaran rumah tangganya bisa dialokan secara tepat. “Karena saya pasti nanti akan butuh banyak biaya untuk check up kalau hamil, periksa USG, rawat jalan, sampai biaya melahirkan,” katanya.
Kesadaran meningkat
AAJI mencatat, jumlah tertanggung asuransi meningkat 92,5 persen dari 45,77 juta orang menjadi 88,13 juta orang pada 2013. Ketua Umum AAJI Hendrisman Rahim mengapresiasi meningkatnya jumlah peserta asuransi.
Dia menyatakan, pertumbuhan itu menandakan sinyal positif untuk perkembangan industri asuransi jiwa. Pasalnya, kesadaran masyarakat untuk ikut asuransi demi menghindari risiko yang terjadi terhadap diri sendiri dan keluarga sudah tumbuh dengan baik.
"Pertumbuhan ini menandakan nasabah semakin paham mengenai pentingnya asuransi jiwa dalam memberikan perlindungan pada saat paling dibutuhkan," ujar Hendrisman, belum lama ini.
Pengamat asuransi Herris Simanjuntak mengatakan, ikut asuransi merupakan pengeluaran terbaik yang mungkin pernah dilakukan seseorang dalam memperhitungkan risiko dalam hidup. Menurut dia, pada saat musibah terjadi, memiliki alat proteksi sangat menolong seseorang atau keluarga dari ancaman gangguan finansial.
Herris mengajak agar semua pihak untuk membuka wawasan manfaat ikut asuransi. Dia mencontohkan, untuk mengetahui apakah seseorang membutuhkan asuransi, orang itu harus memikirkan risiko terburuk yang mungkin terjadi.
Membayangkan saat sesuatu terjadi di luar perkiraan terhadap diri sendiri sebagai orang yang digantungi istri, anak, dan keluarga dekat akan sangat menyakitkan untuk membiarkan mereka bertambah kesedihan dengan membiarkannya mengalami kesulitan finansial.
"Dengan asuransi jiwa maka peserta akan memastikan kebutuhan orang-orang yang dicintai agar terpenuhi, meskipun kitanya tidak lagi ada untuk mereka," katanya.