REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Indonesia Boni Hargens mengatakan media massa bakal menjadi kekuatan utama Joko Widodo-Jusuf Kalla ketika pasangan ini menjadi presiden dan wakil presiden di tengah dominasi partai oposisi di parlemen.
"Saya katakan kekuatan utama Jokowi adalah media massa, kemudian ruang publik yang terbuka. Apabila Jokowi ditekan parlemen, publik bisa menilai langsung dan dapat menekan balik parlemen," ujar Boni dalam diskusi publik Konsolidasi Nasional dalam Rangka Mengawal Trisakti dan Nawacita Menuju Indonesia yang Adil, Sejahtera, dan Beradab Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 di Jakarta, Selasa.
Boni menilai kekuatan utama itu bersanding dengan kekuatan lain Jokowi seperti figur fleksibel yang membuatnya populis dan mendapatkan dukungan nyata dari rakyat, serta adanya partai pendukung yang ideologis serta solid, seperti PDI Perjuangan dan Nasdem.
Meski demikian, Jokowi bersama kubunya juga memiliki kelemahan seperti euforia kemenangan yang tidak dijaga dengan baik, mafia yang menyusup ke dalam jajaran kubu Jokowi, serta fakta adanya media partisan yang membela kubu partai oposisi.
"Ada perilaku 'over confidence' sehingga lupa diperlukannya lobi-lobi politik di parlemen, akhirnya kalah dalam UU MD3 dan UU Pilkada, termasuk adanya media pendukung partai oposisi. Semoga mimpi buruk tidak terjadi," ujar dia.
Selain itu, adanya jurang antara realitas politik yang tidak ideal dengan visi dan misi Jokowi yang ideal sehingga menciptakan kerumitan politik.
"Contohnya rencana kenaikan harga BBM, ini bisa menjadi komoditas politik partai oposisi," kata dia.