REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Komnas HAM, Siti Noor Laila mengunjungi sentra produksi tembakau di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Rabu (15/10). Dalam kunjungan itu, Komnas HAM menggelar pertemuan dengan kepala daerah di sana, meliputi bupati Lombok Tengah, Lombok Timur, Lombok Utara, dan Lombok Barat.
Pertemuan dilangsungkan di kantor bupati Lombok Tengah di Praya bertepatan dengan peringatan hari jadi Lombok Tengah ke-69. Seusai menggelar pertemuan dengan pimpinan daerah, Komnas HAM berdialog dengan ratusan petani tembakau dengan tajuk 'Dialog Sambung Rasa Komnas HAM dan Petani Tembakau' di Desa Presa, Kecamatan Batu Kliyang, Lombok Tengah, NTB.
Kunjungannya Siti Laila memiliki tujuan mengumpulkan informasi, menyerap aspirasi dan berdialog secara langsung dengan masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari sektor tembakau. Menurut dia, kunjungan ini merupakan agenda penting sebagai respon dan tindak lanjut atas pengaduan perwakilan petani tembakau pada hari HAM, 10 Desember 2013.
Itu agar mereka memperoleh perlindungan hak karena merasa kelangsungan hidupnya terancam oleh berbagai regulasi pemerintah dalam pengendalian tembakau. "Berbagai pemangku kepentingan, khususnya petani tembakau, sebelumnya megeluhkan mengenai rencana pemerintah yang berpotensi mengabaikan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya,” kata Siti Laila.
Komnas HAM berkomitmen bahwa pihaknya tidak bisa menegakan dan memajukan hak-hak tertentu, misal hak kesehatan publik, dengan mengabaikan apalagi mengorbankan hak fundamental, seperti hak ekonomi, sosial, dan budaya dari masyarakat tertentu.
“Sejauh mana dampak terhadap petani khususnya adanya indikasi pelanggaran hak sehingga upaya perlindungan menjadi hilang akan kita kaji dan dalami, salah satu pintu masuknya adalah melalui dialog dan turun langsung ke lapangan ini," katanya.
Ketua Aliansi Petani Tembakau (APTI) Sahminudin mengatakan, di NTB yang merupakan salah satu penghasil tembakau nasional, dengan areal lahan seluas 59 ribu hektare mampu menghasilkan produksi rata-rata 35-55 ribu ton per tahun. Dari postur itu sebanyak 250 ribu petani yang menggantungkan hidup dari menanam tembakau.
Sahminudin mengatakan, jumlah itu selalu menyusut setiap tahun akibat regulasi pemerintah yang tidak menguntungkan petani karena doktrin pengendalian dampak kesehatan. Sementara lahan di Lombok yang sangat tandus dan kering tidak memungkinkan ditanam komoditas pertanian lain.
Bila dikaitkan dengan nilai tambah ekonomi, kata dia, tidak ada komoditas partanian lain yang mempunyai nilai tambah ekonomi tinggi menyamai tembakau di daerahnya. "Kami berharap Komnas HAM dapat melihat secara langsung bagaimana tembakau telah menjadi satu kesatuan ekonomi, sosial dan budaya dengan masyarakat," ujarnya.