Senin 20 Oct 2014 00:00 WIB

Bagi SBY, Australia Berkhianat, Karena Penyadapan. Bagaimana Jokowi? (1)

Tonny Abbott dan SBY
Foto: AFP
Tonny Abbott dan SBY

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Australia ingin maju kedepan dan terlepas dari masa lalunya yang pernah memata-matai Presiden SBY dengan penyadapan, kemudian pencari suaka, ekspor sapi, kemudian fokus membangun hubungan perdagangan dengan Indonesia melalui Presiden Jokowi.

Hari ini, Senin (20/10), Jokowi akan dilantik menjadi presiden RI, menggantikan SBY. PM Australia memastikan akan datang. Ini menjadi niatannya untuk menguatkan hubungannya dengan Indonesia sebagai tetangganya yang paling penting.

Baca Juga

Sebelum meninggalkan Australia, Abbot menyatakan, “Australia ingin presiden baru ini sukses menjalankan pemerintahan, karena Indonesia yang demokratis memiliki banyak hal untuk ditawarkan kepada dunia.”

Dia menilai SBY sebagai teman baik Australia, namun menyatakan Jokowi sebagai sosok yang berkeinginan baik bagi kedua negara.

Wakil Konsuler untuk persoalan internasional dari Universitas RMIT, Prof Andrew MacIntyre, menyatakan Jokowi dikabarkan akan fokus pada persoalan domestik terkait dengan peranan presidensil.

“Saya rasa, apa yang kita (Australia) harapkan adalah pada dasarnya presiden ini akan kurang aktif dari dunia internasional. Tidak seperti pendahulunya,” imbuh Andrew.

“Saya tidak melihat adanya hal signifikan yang berhubungan dengan Australia,” imbuhnya

Andrew melihat fokus presiden ini merefleksikan latarblekanganya, namun juga menunjukkan target prioritas politiknya.

“Ada frustasi mendalam terkait korupsi, kepercayaan terhadap pemerintah karena terlihat tidak mampu menyelesaikan persoalan nasional. Belum lagi ketidakmerataan ekonomi,” imbuhnya.

Pada kepemimpinan SBY kemarin, salah satu tindakan diplomatis bagi Australia adalah meninjau kembali beberapa hal terkait hubungan bilateral Indonesia dan Australia. Hal ini ditempuh setelah terkuaknya upaya Australia memata-matai Presiden Indonesia, ibu negara, dan lingkaran terdekatnya, dengan menyadap telpon mereka.

Indonesia langsung memanggil duta besarnya di Australia setelah kantor berita Guardian di Australia dan ABC mempublikasikan soal penyadapan ini pada November 2013. Abbot menolak meminta maaf. Dia menyatakan setiap negara menghimpun informasi dan Australia tidak perlu meminta maaf, karena ini untuk pertahanan negara.

Menlu Australia, Julie Bishop, dan Menlu Indonesia, Marty Natalegawa, akhirnya menandatangani MOU pada Agustus tahun lalu. Kesepakatannya berkaitan dengan kerjasama intelijen dan komitmen setiap negara untuk tidak melakukan hal – hal yang mengancam negara lain.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement