REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Pusat Studi Sosial dan Politik (Puspol) Indonesia, Ubedilah Badrun mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus bersikap tegas dan menolak intervensi dalam menyusun kabinet.
Jokowi diminta tak ragu mencoret nama-nama calon menteri yang punya track record buruk atau membawa kepentingan Parpol.
"Jokowi perlu menunjukkan ketegasan dan kepemimpinannya dalam menyusun kabinet karena 40 persen nama calon menteri bermasalah," katanya di Jakarta, Selasa (21/10).
Dosen Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu mengatakan Presiden Joko Widodo harus keluar dari pusaran kepemilikan modal dan kepentingan partai pada nama-nama yang akan dicalonkan menjadi menteri.
Sebanyak 40 persen nama yang diusulkan menjadi calon menteri mendapat lampu kuning dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diduga bermasalah, baik dari integritas dan komitmen anti korupsinya.
"Menteri yang diangkat tidak perlu dari kalangan terkenal, menengah saja namun profesional, berintegritas, dan mau bekerja keras," kata pria yang biasa disapa Ubed itu.
Selain itu, Ubed menjelaskan ada lima faktor yang memengaruhi Presiden Joko Widodo dalam menyusun kabinet, yakni kalangan dari pendukung finansial Jokowi-JK pada masa kampanye, partai-partai yang berkoalisi dengan PDIP, golongan elit intelektual, pihak yang terlibat intervensi dengan Megawati dan Jusuf Kalla, serta relawan yang mempunyai kontribusi besar.
Ia menyebutkan sejumlah nama yang dinilai menjadi calon menteri terkuat, antara lain Tjahjo Kumolo sebagai Menteri Dalam Negeri, Puan Maharani sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Anies Baswedan sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, dan Jenderal TNI Budiman sebagai Menteri Pertahanan.
Sementara mengenai keputusan Presiden Joko Widodo yang melarang ketua umum partai menjadi menteri, Ubed mengapresiasi keputusan tersebut.
"Saya apresiasi keputusan Jokowi yang melarang ketua umum partai menjadi menteri. Meski demikian, Jokowi harus bertindak tegas kepada menteri yang masih terikat dengan partainya. Keputusan ini tentunya menguji konsistensi Jokowi," katanya.