REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mungkin beberapa orang melihat fenomena tentang Ultras (Suporter Garis Keras) adalah kelompok-kelompok ekstrimis yang membuat keonaran ketika adanya suatu pertandingan sepak bola.
Akan tetapi, tahukah bahwa kelompok suporter yang dianggap ultras tertua adalah loyalis klub asal Kroasia, Hajduk Split, dan bukan berasal dari Italia yang sebelumnya digadang-gadang sebagai tokoh pendiri garis keras tersebut.
Ultras Hajduk Split bersama Torcida Split didirikan pada 28 Oktober 1950. Kelompok ekstrimis ini terinspirasi oleh pendukung fanatik di Brasil yang menamakan dirinya 'Torcida Organizada' yang kala itu mendukung The Selecao di kejuaraan Piala Dunia 1950.
Sementara ultras Italia dibentuk pada tahun 1951, yang diawali oleh pendukung fanatik Torino. Mereka membentuk kelompok yang menamakan dirinya 'Fedelissimi Granata Torino'.
Namun, penyebaran sebenarnya dari kelompok Italia dimulai pada 1960 dengan pembentukan Fossa dei Leoni (Kandang Singa) AC Milan dan berselang setahun adik sekota Inter Milan membuat Boys S.A.N (Squadre d'Azione Nerazzurre) untuk kelompok mereka.
Sedangkan pendukung tim Italia yang pertama kali mempopulerkan nama ultras adalah pendukung fanatik Sampdoria yang mencetuskan Ultras 'Tito Cucchiaroni' pada tahun 1969 disusul fans Torino lainnya yang membentuk kelompok garis keras 'Granata'.
Dengan berkembangnya kelompok-kelompok tersebut, memasuki era 70-an banyak dari mereka menjadi lebih tertarik untuk menunjukkan dukungannya bagi tim mereka menggunakan budaya tradisional seperti spanduk, simbol, bendera dan yang akhir-akhir ini terjadi biasanya mereka melengkapi dengan alat drum dan kembang api.
Gerakan ultras tersebar di Eropa pada periode 80 dan 90-an, dimulai dengan negara-negara secara geografis paling dekat dengan Italia. Menginjak tahun 'Millenium', gerakan ultras tiba ke Afrika, lebih tepatnya di Tunisia karena letaknya tidak jauh dengan Italia.
Gerakan mulai menyebar di negara-negara lain seperti Mesir, Aljazair dan Maroko. Bahkan pada tahun 2013, Associated Press menyatakan bahwa jaringan ultras Mesir adalah salah satu gerakan paling terorganisir di Mesir setelah gerakan Ikhwanul Muslimin.
Kelompok Garis Keras ini dikenal karena dukungan gairah mereka untuk tim yang dicintai terutama jika laga tersebut mempertemukan tim saingan. Pasalnya, setiap pendukung bertujuan untuk mengalahkan satu sama lain.
Di sisi lain, para kelompok-kelompok ini biasanya mewakili suatu ideologi, politik, fasisme dan latar belakang lainnya. Begitu juga di Italia dan Turki serta negara-negara yang memiliki basis fan ultras.
Peran para ultras untuk sebuah perubahan klub sangat besar, dimana para loyalis tersebut mempengaruhi kinerja tim, meminta pelatih atau pemain untuk dipecat, bahkan membantu dalam pemilihan presiden klub yang baru.
Dalam beberapa kasus, para fans atau suporter ini pergi ke stadion untuk memberikan dukungan penuh gairah dan kesetiaan tim menjadi sekunder bagi ideologi teoritis dari pada ultras. Dalam beberapa dekade terakhir, budaya telah menjadi titik fokus bagi gerakan melawan komerisalisasi olahraga dan sepakbola pada khususnya atau disebut sebagai sepak bola Modern.