REPUBLIKA.CO.ID, BALAI KOTA -- Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menganggap tidak dicantumkannya kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP) Indonesia bukanlah persoalan.
Menurutnya, Indonesia memiliki banyak warga yang menganut kepercayaan tertentu, namun tidak dapat menuliskannya di dalam KTP.
"Di Indonesia ini banyak kepercayaan tapi hanya enam agama yang bisa ditulis di kolom itu. Jadi menurut saya daripada sulit, lebih baik kan yang ditulis agama mayoritas saja, yang lain boleh dikosongkan," ujarnya di Balai Kota, Senin (10/11).
Pria yang akrab disapa Ahok itu menjelaskan, konsep yang ia katakan sudah lebih dulu diberlakukan di Malaysia. Ia mengatakan di negara jiran itu warga yang beragama Islam, sebagai mayoritas wajib mengisi kolom agama. Hal tersebut karena ada hukum syariah yang berlaku bagi setiap muslim di sana.
Wacana pengosongan kolom agama dari KTP sebelumnya dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Hal itu menurutnya karena banyak warga Indonesia yang menganut kepercayaan yang tidak diakui secara resmi oleh pemerintah.
Seperti pihak dari Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU). Menurut pihak mereka, sebagai negara berketuhanan yang tertuang dalam sila pertama Pancasila, rencana kebijakan itu sangat tidak sesuai. Bahkan, dengan adanya hal itu pemerintah dapat diartikan menerima adanya kelompok masyarakat yang tidak mempercayai tuhan.
"Hal ini tentu sangat tidak boleh dilakukan karena semua undang-undang itu pasti harus merujuk ke pancasila. Kebijakan itu juga dikhwatirkan semakin menimbulkan kelompok masyarakat yang tidak mengenal tuhan," ujar ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) PBNU Andi Najmi.