Selasa 11 Nov 2014 18:06 WIB

Gubernur Lemhannas Hormati Warga tak Cantumkan Agama di KTP

Gubernur Lemhanas Budi Susilo Supandji (kiri).
Foto: Antara
Gubernur Lemhanas Budi Susilo Supandji (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo membuat kebijakan bahwa pemeluk kepercayaan tertentu di luar enam agama resmi yang diakui pemerintah dibolehkan tidak mengisi kolom agama di kartu tanda penduduk (KTP).

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Budi Susilo Soepandji menyatakan, institusinya belum melakukan kajian mendalam terkait masalah itu. Hanya saja, kata dia, setiap orang yang tinggal di Indonesia memiliki keyakinan yang merupakan hak asasi manusia (HAM).

"Jadi, perlu ditinjau lagi orang yang tak cantumkan agama di KTP. Orang itu harus dihargai, harus dihormati, karena keyakinan itu macam-macam," kata Budi di kantornya, Selasa (11/11).

Menurut Budi, soal pengosongan kolom agama di KTP merupakan wacana politik. Tentu saja pihaknya tidak bisa ikut campur dalam menyikapi masalah itu. Kendati begitu, ia meminta semua pihak untuk menghormati orang yang tidak memeluk enam agama resmi di Indonesia.

"Lemhannas menghargai orang yang tak memasukkan agama di KTP," ujar Budi. "Biarlah ini bergulir jadi wacana diskusi dan Lemhannas belum mengkajinya," kata mantan direktur jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan itu.

Sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan, pemerintah tidak berniat menghapus kolom agama di KTP. "Kolom agama itu pasti ada karena sudah ada di Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Tidak ada niat kami (Pemerintah) untuk menghapus itu," kata Tjahjo.

Dia menjelaskan, kebijakan pengosongan kolom agama tersebut diberlakukan oleh warga negara Indonesia yang menganut aliran kepercayaan non-agama resmi, karena selama ini mereka 'dipaksa' menuliskan satu dari enam agama resmi pemerintah di KTP.

Akibat paksaaan bagi penganut kepercayaan atau keyakinan untuk mengisi kolom agama di KTP, Tjahjo mengatakan, banyak warga yang memilih untuk tidak memiliki KTP. Sehingga, kata dia, hal tersebut menghambat kegiatan pencatatan kependudukan yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kemendagri.

"Saya mendapat laporan bahwa ada warga di daerah menolak membuat KTP karena harus ditulis Islam, Kristen, Buddha, Hindu atau Khonghucu. Lalu bagaimana dengan mereka yang tidak punya agama dalam artian penganut kepercayaan, bagaimana mereka mau dapat KTP-el kalau mereka tidak bisa menuliskan keyakinan mereka," kata politikus PDIP itu.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement