REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menilai kebijakan Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko mendeportasi WNI yang masuk militer Singapura, merupakan langkah yang tepat.
"Hal ini harus ditindaklanjuti oleh Direktorat Jenderal Imigrasi dengan mencabut paspor atas kedua WNI tersebut," kata Hikmahanto di Jakarta, Jumat (14/11).
Menurut dia, dua mantan WNI ini tidak boleh memasuki wilayah Indonesia dengan paspor Indonesia yang selama ini mereka miliki. Secara teknis kedua WNI tersebut saat ini berstatus 'stateless' alias tanpa kewarganegaraan.
"Ini mengingat status mereka di Singapura bukan sebagai warga negara Singapura, melainkan sebagai Permanent Resident yang sebelumnya berkewarganegaraan Indonesia, katanya. Ke depan, kata Hikmahanto, insiden seperti ini tidak boleh terulang. Perwakilan Indonesia harus aktif menyosialisasikan kepada para 'permanent resident' berkewarganegraan Indonesia untuk tidak mengikuti wajib militer karena dapat menyebabkan hilangnya kewarganegaraan Indonesia.
Hikmahanto mengatakan status anggota militer kedua WNI tersebut berakibat pada hilangnya kewarganegaraan Indonesia. Berdasarkan Pasal 23 huruf (d) UU Kewarganegaraan 2006 ditentukan bahwa WNI kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan (d) masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden.
Dua WNI tersebut memenuhi apa yang dilarang dalam Pasal 23 huruf (d) dengan masuk dinas tentara Singapura. Oleh karenanya kewarganegaraan Indonesianya dengan sendirinya (otomatis) hilang sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia.