REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mendesak Jordania agar memainkan peran lebih aktif dalam menjamin ketenangan di tempat suci Al-Haram Asy-Syarif di Jerusalem, satu sumber bentrokan antara orang Yahudi dan Arab.
Jejaring berita Israel, NRG, melaporkan pada Senin (17/11) bahwa selama satu pertemuan yang diselenggarakan pada Kamis (13/11) di Ibu Kota Jordania, Amman, antara Netanyahu, Raja Jordania Abdullah II dan Menteri Luar Negeri AS John Kerry, Netanyahu menyeru Jordania agar memanfaatkan kendali pemerintahnya atas tempat itu untuk menjaga ketenangan.
Tempat tersebut, yang suci bagi umat Muslim dan Yahudi, telah menjadi sumber ketegangan antara pemeluk kedua agama itu belum lama ini. Akibatnya ialah beberapa serangan terjadi selain upaya pembunuhan yang ditujukan kepada pegiatan sayap-kanan Israel --yang menganjurkan umat Yahudi beribadah di Al-Haram Asy-Syarif, yang oleh umat Yahudi dinamakan Bukit Knisah.
Lokasi tersebut adalah tempat Masjid Al-Aqsha sementara orang Yahudi percaya itu adalah "tempat kuil kuno Yahudi, dan beribadah di kaki bukitnya di tempat yang dikenal dengan nama Tembok Barat (Tembok Ratapan)".
Israel merebut tempat itu dari Jordania dalam Perang Timur Tengah 1967. Palestina dan Jordania menuduh Israel berusaha meyahudikan Al-Haram Asy-Syarif sebab para tokoh sayap-kanan Israel mengunjungi tempat tersebut dan mendesak diizinkannya orang Yahudi beribadah di sana.
Setelah kesepakan perdamaian dicapai pada 1994 antara Israel dan Jordania, Jordania memiliki wewenang administrasi atas tempat itu melalui Waqaf Muslim. Sementara itu pasukan keamanan Israel menyediakan pengamanan di sana dan memberlakukan status quo, yang menjadi dasar tak diperkenankannya orang Yahudi beribadah di kompleks tersebut dan hanya boleh mengunjunginya, pendapat yang dikecam oleh beberapa faksi sayap-kanan di Israel.
Selama pertemuan di Amman, menurut laporan itu, Raja Jordania mengeritik tindakan anggota parlemen Israel dari kubu sayap-kanan yang mengunjungi tempat tersebut dan meningkatkan ketegangan, kata Xinhua, Selasa.
Sebagai tanggapan, pemimpin Israel itu mengatakan negaranya "berkomitmen untuk memelihara status quo", dan menambahkan ia "tak bisa membatasi gerakan anggota parlemen".
Jordania belum lama menarik duta besarnya dari Israel. Menurut satu pernyataan yang disiarkan kantor berita resmi Jordania, Petra, tindakan itu dilakukan sehubungan dengan "meningkatnya ketegangan oleh orang Yahudi di Al-Haram Asy-Syarif dan pelanggaran yang berulangkali dilkukan oleh Israel di Jerusalem".
Pernyataan tersebut merujuk kepada pengumuman Israel mengenai perluasan permukiman di Jerusalem Timur, di tanah yang dicaploknya setelah Perang Timur Tengah 1967.
Kerajaan Bani Hasyim Jordania sedang mempertimbangkan apakah akan mengirim kembali duta besarnya ke Israel, di tengah upaya diplomatik saat ini untuk mewujudkan ketenangan.