REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--- Tes keperawanan yang dilakukan oleh Polri dinilai meninggalkan rasa sakit dan trauma mendalam bagi para polwan.
"Polwan mengalami trauma dan stres akibat menjalani tes keperawanan. Namun sepertinya Polri tidak memiliki usaha yang jelas untuk membantu mereka pulih," Direktur Nurani Perempuan Padang, Sumatra Barat Yefri Heriani dalam laman resmi Human Right Watch (HRW), Selasa (18/11).
Menurutnya, hal itu memengaruhi kehidupan polwan dalam jangka panjang. "Bahkan tidak sedikit dari mereka yang menyesal telah mengikuti tes tersebut," tambah Yefri.
Selain itu, Direktur Asosiasi Hak Perempuan HRW, Nisha Varia menambahkan, tes keperawanan bersifat diskriminatif dan merupakan bentuk kekerasan pada gender. Karenanya, bukan merupakan ukuran kelayakan perempuan untuk berkarier di kepolisian.
"Praktik merusak ini tidak hanya membuat perempuan mundur dari kepolisian. Namun menghalangi semua orang Indonesia untuk menjadi petugas yang berkualitas," papar Varia.
HRW menuding Polri masih menjadikan keperawan sebagai salah satu syarat kelulusannya rekrutmen. Lembaga itu juga menuntut agar praktik tersebut segera diberhentikan dari seluruh proses perekrutan polwan di Indonesia.