REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Wakil Presiden Amerika Serikat Joe Biden tiba di Ukraina, Kamis kemarin. Dia bertemu dengan Presiden Ukraina Petro Poroshenko dan Perdana Menteri Arseniy Yatsenyuk, Jumat (21/11).
Biden merupakan pejabat tinggi yang datang ke Ukraina untuk mendukung gencatan senjata. Yatsenyuk mengatakan dia berharap AS mengumumkan bantuan bagi Ukraina menyusul pemberian paket bantuan sebesar 53 juta dolar AS.
Sebanyak 46 juta dolar AS di antaranya ditujukan untuk bantuan keamanan. Namun, Rusia memperingatkan AS karena memberi bantuan senjata bagi pasukan Ukraina. Sekretaris dewan keamanan nasional Rusia Nikolai Patrushev mengatakan konflik di Ukraina timur akan meningkat jika itu terjadi.
Dalam wawancara dengan surat kabar Ukraina The Day, Kamis, Biden menekankan solusi militer bukan jawaban atas krisi. Dia menuduh Rusia mencampuri urusan sebuah negara berdaulat.
"Saya membawa pesan kuat dukungan bagi rakyat dan pemerintah Ukraina," kata dia, dikutip dari AFP.
Misi Pengawasan Hak Asasi Manusia PBB di Ukraina mengatakan 957 orang tewas antara 5 September, saat gencatan senjata ditandatangani hingga 18 November.
"Deretan korban terus bertambah. Warga sipil, termasuk perempuan, anak-anak, kelompok minoritas dan individu yang rentan terus mengalami konsekuensi kondisi politik yang buntu di Ukraina," kata Komisioner HAM PBB Zeid Ra'ad Al Hussein dalam pernyataannya.
Laporan tersebut juga mencakup pelanggaran hak asasi di kedua pihak. Separatis memotong lengan seorang tentara Ukraina yang memiliki tato "Glory to Ukraine" di lengan kanannya dengan kapak. Sedangkan separatis yang ditahan oleh pasukan Ukraina di Donetsk mengatakan dia berulang kali dipukuli dan kepalanya ditutupi kantong plastik.
Dalam laporan tersebut, jumlah pengungsi melonjak dari 275.489 pada pertengahan September menjadi 466.829 pada 19 November.