Jumat 21 Nov 2014 20:24 WIB

Ini Penjelasan Psikolog Terkait Pengakuan Kakek Petelur

Rep: C94/ Red: Julkifli Marbun
Telur
Foto: djeni.com
Telur

REPUBLIKA.CO.ID, PENJARINGAN -- Kakek Sinin yang mengaku bisa bertelur dianggap fenomena cerminan individu yang stres oleh sebagian Psikolog.

Roslina Verauli pakar psikolog sosial, berpendapat kasus tersebut berhadapan dengan realitas hidup sehari-hari secara persepsi tingkat daya stres di masyarakat untuk mengatasi tantangan-tantangan dalam hidup. "stres adalah hasil dari tantangan-tantangan hidup," katanya kepada Republika, Jumat (21/11).

Menurutnya dampak stres merupakan hal normal pada gejala hidup manusia. Dampak positifnya pertama, dengan adanya stres manusia terdorong untuk mencari jalan keluar dari permaslahan. Manusia yang dapat mengatasi stresnya dengan baik itu cermin dari individu yang berkembang.

Kedua, toleransi pada dampak stres dikemudian hari akan lebih baik dan akan ada penyesuaian dengan tantangan yang akan dihadapi berikutnya. "Misalnya stres karena dampak kenaikan bbm, dengan sendirinya kita akan menyesuaikan. Walaupun pada awalnya sulit dihadapi. Tetapi itu akan membuat masyarakat siap menghadapi resiko lainya,"ujarnya.

Masalahnya, ada sebagian individu manusia yang tidak dapat mengatasi stres secara konstruktif seperti dua hal di atas. "Seharusnya, semakin bertambah usiannya semakin baik daya menangani stresnya. Tetapi kenyataannya masih ada individu masyarakat yang menangani stresnya dengan cara dekstruktif yakni merusak dirinya sendiri," kata psikolog lulusan UI itu.

Roslina menjelaskan penyembab individu yang tidak bisa menangani stres berprilaku desktruktif. Budaya dan konsisi bangsa dapat mempengaruhi tingkat stres pada individu akibat control pada dirinya rendah sehingga menjadikan seorang terlihat apatis. Selain itu, individu tersebut tidak berdaya dalam kondisi misalnya pemerintah memberi aturan dan kewajiban di luar kemampuan.

"Inkonsitensi ya, karena tekanan hidupnya besar. Orang yang hidup di negara tersebut kontrol hidupnya kecil dan terpengaruhi dengan keadaan," ujarnya.

Selain itu, tambah Roslina, faktor tidak adanya dukungan dari lingkungan sekitar seperti keluarga dan masyarakat sekitarnya. Dan terakhir adalah profil individunya sendiri tidak bisa mengatasi stres akibat pendidikannya rendah, pribadinya tertutup.

"Kondisi-kondisi buruh seperti itu membuat rentan individu tidak dapat menangani stresnya," katanya.

Sedangkan bila tingkat stres mencapai titik frustasi artinya individu tersebut dalam keadaan tidak terpenuhi segala keinginnya. "Mau makan tapi uangnya enggak ada. Itu bikin frustasi," ujarnya

Indonesia tidak terbukti sebagai Negara yang tingkat stresnya tinggi, sambung Roslina, bahkan Indonesia pernah masuk peringkat ke-19 dalam pada survei negara paling bahagia di dunia dari 140 negara.

"Sedangkan Negara Singapura ia peringkat ke dua dari bawah. Indonesia memiliki budaya dukungan sosial di lingkungannya. Mangan ora mangan asal kumpul," kata Desen Universitas Taruma Negara itu.

Sementara, hal senada disampaikan Pakar Psikoligi Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, ia menganggap hal tersebut merupakan tipu daya semata. "Kan bisa saja telur itu dimasukan," katanya.

Hamdi berpendapat lingkungan pada masyarakat yang mempercayai hal gaib berlebihan sehingga apapun dikaitkan dengan sesuatu kemagisan.

"Membuat sesuatu yang mengejut kan padahal itu tahayul,"ujarnya.

Fenomena ini berkaitan dengan mentalitas dan rasionalitas yang berhubungan dengan pengendalian manusia. Misalnya, masyarakat masih percaya dan menjalani sesuatu yang bisa diselesaikan dengan cara rasional. "Karena operasi penyakit mahal. Maka masih ada yang ke pengobatan magis," katanya.

Masyarakat gampang berpaling pada seuatu yang tidak rasional akibat sifat percaya pada hal magis. Contoh kasusnya seperti ponori dengan batu ajaibnya, kata Hamdi, padahal secara kebetualan seseorang sembuh dapat menimbulkan kepercayaan langsung pada kondisi masyarakat lainya.

"Masyarakat kita seneng yang kaya gitu-gitu. Mental mudah berpaling itu akibat pendidikan kurang, uang kurang, kesehatan kurang sehingga," ujarnya.

Dikhawatirkan situasi seperti ini menimbulkan penyakit mental seperti, mental cepat nyerah, mental percaya hal-hal serperti itu, makain yakin dengan hal irasional yang berlebihan. "Tuhan sudah menciptakan alam raya ini dengan jelas. kan enggak mungkin kasih fenomena yang aneh dan tidak masuk akal. Tidak ada manusia bertelur," katanya.

Hamdi menduga apa yang dilakukan kakek Sinin sebagai tindakan yang tidak masuk akal."Nanti kalau sudah dianggap sakti akan buka praktek orang pintar sebagai pengobatan alternatif, orang yang kurang iman akan gampang berpaling ke hal-hal seperti itu," tutupnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement