REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Joko Sadewo
Konflik keras di internal Golkar ini, semuanya bermuara pada persoalan lika-liku menjadi ketua umum Golkar. Semua berawal dari niatan Ical untuk maju lagi menjadi ketua umum untuk yang keduakalinya.
Ketika Ical menyatakan siap maju lagi, awalnya para bakal calon ketua umum Golkar masih menanggapinya dengan positif. Mereka masih yakin bisa bersaing dengan Ical. Alasan mereka sederhana, kegagalan-kegagalan Ical selama memimpin Golkar akan membuat mereka bisa mengalahkan Ical di voting pemilihan ketua umum dalam forum Munas IX Golkar.
Namun dalam perkembangannya isu semakin memanas. Para pesaing Ical menilai ada upaya-upaya tidak //fair// yang dilakukan Ical untuk memenangi persaingan ketum. Tudingan yang diarahkan kepada Ical adalah adanya upaya memenangkan Ical secara akalamasi.
Pola yang digunakan untuk memuluskan skenario ini, menurut para pesaing Ical, akan dilakukan dengan cara paksa dan transaksional terhadap DPD I dan DPD II Golkar. Dengan cara itu para ketua DPD I Golkar akan diminta membuat pernyataan dukungan kepada Ical.
Cara lainnya yang digunakan adalah dengan mempercepat pelaksanaan Munas yang mestinya dilakukan Januari 2015. Ini dilakukan agar para calon lain terganjal dalam menggalang tanda-tangan dukungan dari daerah. Utak-atik lainnya mengganjal calon lainnya adalah dengan mengubah syarat dukungan maju ketum.
Kubu Ical akan membuat syarat dukungan 30 persen suara DPD II dan DPD I. Sementara di AD/ART Golkar hanya menyebut syarat pencalonan adalah 30 persen pemilik suara. Pesaing Ical akan kesulitan mendapat dukungan DPD I Golkar, karena mereka sudah dikuasai oleh Ical.
Untuk memuluskan skenario percepatan Munas dan aklamasi terpilihnya Ical sebagai ketua umum, Ical menunjuk Nurdin Halid sebagai ketua penyelenggara Rapimnas di Yogyakarta. Nurdin dianggap sebagai orangnya Ical. Sehingga penunjukan Nurdin dituding sebagai bagian dari memuluskan terpilihnya Ical secara 'aklamasi'.
(bersambung)