REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurangan waktu kerja pegawai sebanyak dua jam seperti menjadi angin segar bagi kaum hawa. Pasalnya dengan begitu waktu mereka untuk mengurusi keluarga bisa lebih panjang.
Kebanyakan pegawai perempuan setuju dengan rencana kebijakan tersebut. Seperti Tika (28) dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak.
"Saya sih setuju. Karena kita yang punya anak kan memang perlu waktu banyak untuk mengurusi mereka" ungkapnya, Kamis (27/11). Ia pun berpendapat perempuan banyak diuntungkan dengan kebijakan tersebut. Karena dari segi fisik dan mental wanita harus lebih diperhatikan.
Hal hampir senada pun disampaikan Siti Fatimah (25) Pegawai Kementerian Koperasi dan UKM. "Setuju 80 persen, 20 persen tidak setuju", katanya, Jumat (28/11).
Siti berpendapat perempuan akan punya waktu lebih banyak di rumah untuk anak. Tapi kebijakan tersebut bisa dimanfaatkan untuk jalan-jalan ke mall dan lainnya. "Nggak setujunya sih simpel. Kalau misalnya ada istri yang pulang kerjanya ngandelin dijemput suami berarti biaya lagi sih, atau hrs plg sendiri" tutur Siti.
Ia lebih setuju kalau pengurangan jam kerja itu berlaku rata di semua instansi swasta dan pemerintah. Termasuk bagi yang sudah dan belum berkeluarga.
"Kalau di instansi swasta yang single dimanfaatkan buat enggak pulang lebih awal, dengan iming-iming lembur", kata perempuan yang juga sempat bekerja di perusahaan swasta ini.
Maka itu seharusnya kebijakan pengurangan jam kerja diikuti oleh kebijakan meniadakan lembur untuk perempuan. Gagasan Siti pun dibenarkan oleh Eneng (31) Guru SMA berstatus PNS di Jakarta.
"Walau pekerjaan saya tidak begitu terpengaruh dengan kebijakan tersebut, saya setuju. Karena banyak anak yang membutuhkan perhatian ibunya. Asal jangan disalahgunakan", kata Eneng.