REPUBLIKA.CO.ID, GAZA-- Setidaknya diperlukan waktu sekitar 30 tahun bagi warga Gaza untuk membangun kembali rumah-rumah yang hanur karena perang. Menteri Perumahan Gaza Mufeed al-Hasayna mengatakan Gaza membutuhkan 8 ribu ton semen per hari untuk memenuhi permintaan rumah.
Sebelum perang, Gaza setidaknya memerlukan 70 ribu unit apartemen untuk mengimbangi petumbuhan penduduk. Setelah perang, kebutuhan apartemen meningkat hingga 150 ribu unit. "Kami memiliki 18 ribu bangunan hancur total dan sekitar 50 ribu unit bangunn rusak sebagian," kata Hasayna, seperti dikutip World Buletin.
Untungnya, seorang insinyur, ahli pertanahan dari Gaza menemukan alternatif semen untuk membangun kembali bangunan yang hancur karena perang yang terjadi di wilayah tersebut. Sejak ketegangan yang melanda Palestina dan Israel pada Juli-Agustus lalu, warga Palestina sedang berupaya embangun kembali rumah-rumah mereka yang telah hancur.
Perang yang telah menewaskan lebih dari 2100 warga Palestina dan 70 warga Israel pada periode tersebut telah membuat berbagai kehancuran bangunan di sana. Imad al-Khalidi, ilmuwan tersebut menemukan alternatif semen untuk membangun kembali rumah-rumah yang hancur.
Dia menemukan bahan alami untuk kontruksi dan menciptakan teknik bau untuk membangun rumah. Khalidi, seorang ahli dalam bidang tanah arsitektur organik telah melakukan survei berbagai jenis tanah di Gaza yang mungkin bisa digunakan sebagai semen untuk membangun rumah kembali reruntuhan rumah dan bangunan yang hancur karena perang.
"Kami menggunakan bahan-bahan lokal seabagai alternatif untuk emnyelamatkan diri dan memberikan tempat penampungan bagi para pengungsi. Hampir 500 unit rumah hancur dalam perang 2008-2009," ujar Khalidi.
Dia menemukan bahwa jenis tanah yang mengandung kalium karbonat, magnesium, besioksida, kapur dan pasir bisa digunakan sebagai perekat untuk membangun rumah. Dia membuktikan bahwa bahan-bahan alami ini bisa berperan sebagai semen. Dengan mekanisme yang berbeda, 'semen' ini bahkan bisa lebih kuat dan bertahan selama ratsan tahun.
Khalidi telah memiiiki pabrik yang didirikan sejak tahun 2009. Mulanya, ia merancang mesin yang dioperasikan secara manual. Bertahap, ia lalu bisa menciptakan mesin hidrolik. Tak lama, dia bekerja di bengkel-bengkel kecil. Usahanya ebrbuah manis, kini ia telah memiliki pabrik sendiri.