REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan perhitungan Koalisi Anti-Mafia Tambang, potensi kerugian negara di sektor pertambangan mencapai sekitar Rp 4 triliun. Perhitungan ini didapat dari nilai kebobolan dari dana bagi hasil dan penerimaan negara yang kurang bayar.
Potensi kerugian dari land rent yang mengacu pada PP Nomor 9/2012 tentang Tarif dan Jenis Penerimaan Bukan Pajak, diperoleh selisih yang signifikan antara potensi penerimaan daerah dan realisasinya di 12 provinsi yang menjadi daerah fokus KPK.
"Selisih antara realisasi penerimaan daerah dengan potensinya kami sebut sebagai potensi kerugian penerimaan (potential lost). Besarnya potensi kehilangan penerimaan di 12 provinsidari tahun 2009 hingga 2013 diperkirakan mencapai Rp 574,94 miliar di wilayah Kalimantan, Rp 174,7 miliar di wilayah Sumatera, dan Rp 169,487 di wilayah Sulawesi dan Maluku," ujar Mouna Wasef koordinator ICW baru-baru ini.
Dengan demikian, katanya, total potensi kerugian penerimaan di 12 provinsi Korsup Minerba mencapai Rp 919,18 miliar lebih. Selain itu, rekap data Ditjen Minerba yang diolah oleh Koalisi Anti-Mafia Tambang di 12 Provinsi ditemukan potensi penerimaan Negara dari kurang bayar 4631 IUP sebesar Rp 3,768 triliun.
Maka dari itu, ICW bersama koalisi anti mafia tambang meminta pemerintah untuk melihat fakta kegiatan operasi pertambangan dan dampak kerusakan lingkungan pada area-area pertambangan. " Juga melakukan tindakan hukum bagi IUP yang menyebabkan kerusakan lingkungan, kekerasanm dan korban jiwa serta konflik sosial," ujar Mouna.