REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPP Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional (munas) IX Bali menolak berislah (berdamai) dengan DPP Partai Golkar hasil munas IX Ancol. Mereka menilai Munas IX Ancol tidak memenuhi persyaratan undang-undang dan anggaran dasar/anggaran rumah tangga (ad/art) partai.
"Bisa islah itu kalau dalam posisi sejajar. Tapi ini tidak, yang satu memenuhi perundang-undangan, yang satu tidak," kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar hasil Munas IX Bali, Ade Komaruddin kepada wartawan di bilangan Senayan, Jakarta, Senin (8/12).
Ia mengatakan kepengurusan DPP Golkar hasil Munas IX di Ancol tidak sah. Ini karena munas itu tidak dihadiri pemilik suara yang sah. Ade mengatakan tidak ada satu pun Ketua DPD I Golkar yang hadir di munas Ancol. Bahkan hanya segilitir ketua DPD II Golkar yang hadir.
"Yang di Ancol banyak peserta yang sebenarnya tidak berhak menjadi peserta," ujar Ade.
Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI ini mengatakan pengurus DPD I dan DPD II yang sah adalah yang terpilih dalam musyawarah daerah (musda). Dia meyakinkan tidak dualisme kepengurusan di Partai Golkar.
"Tidak bisa asal cabut pengurus," ucapnya
Ade mengajak seluruh aktor dan kader yang terlibat dalam Munas IX Ancol kembali ke aturan partai. Menurutnya masih ada kesempatan bagi mereka mengakui kesalahan.
"Masih ada waktu menghentikan jalan yang keliru," kata Ade.
Ia optimistis Menteri Hukum dan Ham, Yasonna H. Laoly akan mengesahkan kepengurusan DPP Golkar hasil Munas IX Bali. Dia berharap pengesahan itu bisa dilakukan secepatnya.
"Saya memegang pandangan Pak menteri untuk pegang aturan yag ada dan undang-undang," ujar Ade.
Seperti diketahui hasil Munas IX Bali menetapkan Aburizal Bakrie (Ical) kembali menjadi Ketua Umum Golkar periode 2014-2019. Sedangkan Munas IX Ancol menetapkan Agung Laksono sebagai Ketua Umum Golkar.