Jumat 06 Dec 2019 15:01 WIB

Apa Kabar Pendidikan Karakter di Era Nadiem Makarim?

Nadiem semestinya juga perhatikan pendidikan karakter yang belum berdampak saat ini

Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pendidikan/Ilustrasi
Foto: Antara
Pendidikan/Ilustrasi

Pendidikan karakter mulai diberlakukan di semua jenjang pendidikan sejak mulai Tahun Ajaran 2011/2012. Praktis program ini sudah berjalan 8 tahun lamanya. Melalui pendidikan berbasis karakter maka diharapkan mampu membentuk peserta didik yang berakhlak mulia.

Akan tetapi fakta di lapangan menunjukkan angka kenakalan pelajar terus mengalami tren peningkatan. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa media online, televisi, maupun surat kabar. Diantaranya adalah banyaknya kasus perisakan/buliying yang terjadi kepada guru oleh siswanya sendiri yang beberapa di antaranya berujung kematian.

Belum lagi kasus-kasus lama seperti narkoba di kalangan pelajar. Survei dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan 2,3 juta pelajar atau mahasiswa di Indonesia pernah mengonsumsi narkotika. Dikutip dari CNN Indonesia, Angka itu setara dengan 3,2 persen dari populasi kelompok tersebut.

Perilaku seks bebas remaja juga masih menyisakan PR besar di dunia pendidikan. Dikutip dari liputan6.com, Penelitian yang dilakukan oleh Reckitt Benckiser Indonesia terhadap 500 remaja di lima kota besar di Indonesia menemukan, 33 persen remaja pernah melakukan hubungan seks penetrasi.

Tampaknya program pendidikan karakter yang digadang-gadang pemerintah mampu menjadi benteng pelajar dari kenakalan masih belum menunjukkan tanda-tanda keberhasilan yang signifikan. Hendaknya Mendikbud yang baru, Nadiem Makarim memberi perhatian besar terhadap masalah ini di tengah kurikulum pendidikan yang sekarang justru berorientasi siswa siap kerja.

Apakah Pendidikan Karakter masih cukup untuk menjadi solusi bagi permasalahan kompleks pelajar? Ataukah butuh terobosan yang lebih revolusioner?

Jangan sampai pendidikan kehilangan jati dirinya untuk mencetak generasi terbaik umat karena hanya berorientasi kemajuan industri dan teknologi. Untuk apa mempunyai lulusan yang mampu bersaing dalam revolusi industri 4.0 tapi miskin akhlak dan budi pekerti.

Pengirim: Wahyu Utami, S.Pd, Guru Khoiru Ummah Bantul Yogyakarta   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement