Rabu 10 Dec 2014 21:40 WIB

Pengamat: Otonomi Baru Harus Dievaluasi Secara Menyeluruh

Rep: Ira Sasmita/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Warga Papua dan Sulawesi menyaksikan rapat dengar pendapat pembentukan Daerah Otonomi baru (DOB) melalui TV di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (27/2).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Warga Papua dan Sulawesi menyaksikan rapat dengar pendapat pembentukan Daerah Otonomi baru (DOB) melalui TV di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (27/2).

REPUBLIKA.CO.ID, Kementerian Dalam Negeri menyebut 60 persen daerah otonomi baru (DOB) belum mampu meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan kesejahteraan rakyat. Peneliti Indonesia Governance Index (IGI) Kemitraan Lenny Hidayat mengatakan, hasil kajian IGI tahun 2014 memang merekomendasikan dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap DOB yang sudah ada.

Sejak tahun 1999 hingga 2003, tercatat penambahan sebanyak 220 DOB. Dimana 102 di antaranya merupakan inisiatif DPR. Hingga saat ini total DOB di Indonesia mencapai 542 daerah.

Sayangnya, penelitian yang dilakukan IGI di 34 daerah yang 10 di antaranya merupakan DOB, menunjukkan hasil cukup buruk.

"Hanya 2 DOB yang nilainya berada di atas rata-rata nasional, yaitu Siak dan Lombok Utara. Sedangkan 8 daerah lainnya yakni Ternate, Tanjung Jabung Timur, Tanjung Pinang, Pulau Pisau, Saluma, Bangka Selatan, Tangerang Selatan, dan Sigi berada di bawah rata-rata," kata Lenny.

Padahal, menurut dia hampir semua daerah yang diteliti tersebut sudah dimekarkan lebih dari 10 tahun. Sayangnya, temuan IGI menunjukkan tata kelola pemerintah di daerah tersbeut masih buruk. Mulai dari aspek kebijakan, penganggaran, pengawasan, kepemimpipnan, pelayanan publik, pendapatan daerah, dan penegakan peraturan daerah.

Temuan IGI, Lenny melanjutkan, sebenarnya sejalan dengan hasil evaluasi DOB oleh Kemendagri. Pada 2009 Kemendagri mencatat 7 persen dari 57 DOB berstatus kurang baik. Padahal negara telah mengucurkan setidaknya Rp 50 triliun untuk pembentukan DOB sejak tahun 1999.

"Sayangnya sekalipun menilai buruk, pemerintah dan DPR enggan menggabungkan kembali DOB dengan daerah induknya," ungkapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement