REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom senior Union Bank of Switzerland (UBS) Edward Teather memperkirakan pertumbuhan investasi pada 2015 belum akan cemerlang sesuai ekspektasi pemerintah, karena sektor riil masih dibayangi kelesuan ekonomi global dan pelambatan pembiayaan dari perbankan.
Edward pada telekonferensi jarak jauh dengan pers di Jakarta, Kamis (11/12), mengatakan lesunya permintaan ekspor sepanjang setahun terakhir kemungkinan akan berlanjut di 2015. Hal tersebut, menurut dia, akan menahan industri untuk ekspansi, termasuk mengerem impor barang modal.
Dengan adanya hal itu minat investasi dapat turun. Edward melihat beberapa sektor industri akan terkena dampak dari penurunan minat investasi itu termasuk sektor pertambangan. "Kami melihat pertumbuhan investasi masih di bawah tekanan," kata dia.
Edward mengatakan strategi pemerintah Indonesia yang mengandalkan investasi untuk mengejar pertumbuhan ekonomi 5,8 persen sebaiknya difokuskan pada beberapa sektor prioritas. Dia menyarankan investasi diarahkan ke sektor manufaktur, agar dapat mengembangkan industri substitusi impor.
"Memang melambat, namun tetap beberapa sektor perlu diarahkan untuk menyerap investasi," ujar dia.
Selain lesunya ekonomi global, pelambatan pertumbuhan kredit perbankan untuk pembiayaan juga akan menurunkan minat investasi, kata Edward. Kebijakan moneter ketat oleh Bank Indonesia, kata dia, telah berdampak pada pembiayaan sektor riil selama ini.
Hal itu karena pelaku sektor riil terbebani dengan bunga kredit yang tinggi, dan dikhawatirkan menurunkan minat investasi. Lemahnya kinerja ekspor dan pengetatan moneter telah berlangsung sepanjang 2014. Maka dari itu, Edward memperkirakan pertumbuhan investasi akan melambat dan tidak sesuai dengan target Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di 15 persen pada 2014
"Namun ada sinyal positif dengan perbaikan iklim usaha saat ini, dan jika pemerintah benar-benar mendorong industri manufaktur, itu akan mampu memperbaiki investasi," kata dia. BKPM sebelumnya menargetkan pertumbuhan investasi dapat mencapai 18 persen pada 2015.
Mengenai penopang pertumbuhan ekonomi lainnya, yakni konsumsi domestik Edward memperkirakan semester I 2015, daya konsumsi masih akan menunjukkan tren pelambatan, karena kenaikan harga BBM bersubsidi.