Sabtu 13 Dec 2014 09:50 WIB

Sulitnya Universitas di Gaza Beroperasi

Rep: C14/ Red: Yudha Manggala P Putra
Reruntuhan bangunan akibat serangan Israel di Gaza, Palestina.
Foto: Reuters
Reruntuhan bangunan akibat serangan Israel di Gaza, Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, JALUR GAZA -- Konflik menyulitkan warga Palestina mewujudkan pendidikan tinggi yang baik di negeri sendiri. Bagaimanapun, universitas-universitas di Palestina masih terus beroperasi di tengah kesulitan itu.

Diwawancarai Al Monitor, Wakil Kepala Departemen pada Universitas Al Aqsa, Yahya Sarraj, menyampaikan masalahnya.

“Sejak awal tahun 2014, sebanyak 1.400 staf universitas kami hanya dibayar 70 persen dari gaji semestinya. Bahkan, ada kemungkinan, bayaran untuk mereka menyusut hingga 50 persen. Ini ditambah pula kesulitan pembiayaan beasiswa, yang mencapai 2,5 juta dinar Yordania tiap tahun yang juga menyusut hingga 70 persen,” kata Yahya Sarraj, Jumat (12/12).

Lebih lanjut, defisit per tahun Universitas Alaqsa mencapai 10 juta dolar Amerika Serikat (AS). Hal ini diakibatkan konflik yang berkepanjangan antara Palestina dan Israel. Sehingga, otoritas Palestina kesulitan membiayai institusi perguruan tinggi. Bahkan, di kawasan lain, seperti Tepi Barat, sama sekali belum berdiri satu pun universitas.

Yahya juga menunjukkan, sebagian bangunan kampus Universitas Al Aqsa menjadi puing akibat serangan Israel belum lama ini. Perbaikan untuk itu masih belum dimulai karena krisis parah yang didera pemerintah Palestina. Yahya menuturkan, alokasi belanja pemerintah untuk urusan pendidikan dan kebutuhan pokok Palestina terus meningkat. Sementara, pendapatan seluruh warga Palestina terus menurun akibat peperangan, sempitnya lapangan pekerjaan dan boikot dari pihak asing, terutama Israel dan sekutunya.

Di saat yang sama para mahasiswa tidak dibebani lagi dengan kenaikan biaya bulanan. Karenanya, beban finansial ditanggung sepenuhnya oleh pihak kampus. Lantaran itu, peningkatan fasilitas-fasilitas kampus, semisal laboratorium atau perpustakaan, menjadi terkendala.

“Kami mati-matian mempertahankan kualitas pendidikan tinggi di Palestina,” ujar Yahya Sarraj, Jumat (12/12).

Diketahui pada 2013, 54 persen dari total anggaran belanja pemerintah Palestina habis untuk gaji pegawai negeri. Adapun, 26 persen untuk peningkatan keamanan. Sisanya, sebanyak 16 persen untuk pendidikan. Padahal, mayoritas sumber keuangan Palestina berasal dari sumbangan dunia internasional.

Sebagian besar universitas-universitas di Palestina mendapat bantuan dana dari pemerintah Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Amerika Serikat. Namun, bantuan itu mulai tersendat, terutama sejak tahun 2013 lalu akibat indikasi, sejumlah kampus di Palestina, termasuk Universitas Al Aqsa, mendukung Hamas dan Ikhwanul Muslim.

“Padahal, pihak kampus sendiri sudah menyatakan diri sebagai lembaga independen dan apolitis,” ungkap Yahya Sarraj, Jumat (12/12).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement