REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Komisi untuk orang hilang dan tindak kekerasan (Kontras) menilai hukuman mati untuk pengedar narkoba tidak menyentuh akar permasalahan. Menurut Kontras, ada problem sistemik yang harus dievaluasi sehingga menjadikan Indonesia sebagai pasar obat-obatan terlarang tersebut.
"Penanganan bahwa Indonesia dianggap sebagai pasar tidak bisa hanya dengan menghukum mati si pengedar. Ada problem sistemik, bea cukai, polisi, BNN, pernah dievaluasi nggak?" ujar Haris Azhar, di Jakarta, Ahad (14/12).
Dalam hal ini, Haris melihat penyelundupan Narkoba di Indonesia tetap saja terjadi meski ada vonis hukuman mati untuk pengedar. Sementara Ia melihat perlu adanya evaluasi untuk beberapa Institusi yang Ia sebutkan terkait penanganan peredaran narkoba.
Saat terlibat wawancara dengan Fredi, salah satu gembong narkoba yang divonis mati. Haris bercerita soal pengakuan yang bersangkutan. Dalam tulisan Pledoi Fredi, menyinggung soal sistematika negara yang terlibat dalam penyelundupan narkoba. Namun, Ia melihat tidak ada langkah lanjutan dari negara untuk pemberantasan secara tuntas.
"Ketika dia divonis mati, tidak ada putusan pengadilan untuk follow up. Untuk evaluasi sistem," jelas Haris.
Kasus hukuman mati bandar narkoba yang di Bandung pun, kata Haris, banyak bukti-bukti diduga melibatkan perwira polisi. Akan tetapi, tidak dibawa ke pengadilan. "Jadi menurut saya masih banyak rekayasa. Cukup aneh kalau vonis hukuman mati diciptakan lewat proses hukum yang masih banyak rekayasa," ungkapnya.