REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi beberapa waktu lalu, masih menyisakan keluhan para ibu rumah tangga dan pemilik rumah makan di Lampung. Harga cabai merah dan rawit masih bertahan tinggi, menembus harga Rp 100 ribu per kilogram.
Pemantauan Republika di Pasar Pasir Gintung dan Pasar SMEP Kota Bandar Lampung, Senin (15/12), belum terlihat adanya penurunan harga cabai yang dijual pedagang di dua pasar tradisional terkenal tersebut. Kenaikan harga cabai tersebut, yang sudah sejak November lalu, belum juga turun.
Tingginya harga komoditas utama dapur rumah tangga ini, akibat naiknya ongkos angut dan perubahan musim dari panas ke hujan. "Setok cabai berkurang, juga ongkos angkut naik karena BBM naik," kata Darman, pedagang cabai Pasar Pasir Gintung.
Menurut dia, kenaikan sudah terjadi awal November lalu, kenaikan diperparah setelah harga BBM naik. Para petani cabai, ungkap dia, pada musim kemarau lalu, belum menanam cabai, karena khawatir gagal panen, sedangkan pada musim penghujan baru menanam dan belum siap panen.
Ida, ibu rumah tangga tinggal di Tanjungkarang, terpaksa membeli cabai merah dan rawit eceran, untuk melengkapi lauk makannya di rumah. "Saya beli cabai setengah ons saja, biasanya saya stok beli setengah samapi satu kilogram," ujarnya.
Sedangkan Umi Alfath, mengaku terpaksa mengurangi rasa pedas bahan makanan yang dijualnya karena harga cabai mahal. Hal ini untuk menyiasati agar tidak merugi dengan tingginya harga cabai di pasaran.