REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Mufti Besar Australia Profesor Ibrahim Abu Mohamed mengatakan, komunitas Muslim merasa terpukul dengan kejadian penyanderaan. Ia bersama Majelis Nasional Imam Australia mengutuk dan mengecam keras tindakan tersebut.
Dilansir dari ABC News Australia, Senin (15/12), Profesor Abu Mohamed mengatakan tindakan penyanderaan melanggar hukum dan termasuk dalam tindak pidana. Ia menegaskan tindakan tersebut dikecam dan tak ada dalam ajaran Islam.
Sementara itu Presiden Asosiasi Muslim Lebanon Samier Dandan mengatakan, para pemimpin Muslim Australia tengah mendiskusikan masalah ini untuk mencari tahu apakah masyarakat bisa membantu. Ia mengatakan, tak diketahui siapa pelaku di balik penyanderaan dan apakah ada hubungannya dengan komunitas Muslim Australia.
"Apakah dia tergabung dalam komunitas Muslim Australia atau tidak, kami masih menunggu informasi dari kepolisian, dan jika ada yang bisa kami bantu atau lakukan kami akan ada di sana," ungkapnya.
Direktur Pusat Kajian Terorisme Global Profesor Greg Barton mengatakan, bendera hitam jelas dimaksudkan untuk menandakan adanya hubungan dengan kelompok teror yang kemungkinan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
"Kemungkinan ada hubungan dengan kelompok-kelompok dan apa yang terjadi di Suriah, dibanding pernyataan keimanan. Tapi bisa juga ini pelaku tunggal," ujar Profesor Barton.
Sebelumnya diberitakan, para sandera di kafe Lindt memegang sebuah bendera hitam di jendela kafe. Bendera tersebut bertuliskan kalimat Syhadat. Namun belum diketahui dari mana pelaku penyanderaan berasal.