REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Wakil Wali Kota Mataram, H Mohan Roliskana menilai, kebijakan pemerintah melarang kegiatan rapat PNS di hotel bisa berdampak terhadap peningkatkan angka kemiskinan.
"Dengan diberlakukannya larangan rapat di hotel oleh pemerintah menimbulkan dampak luas dan menyeluruh terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat," katanya di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin (15/12).
Mohan mengatakan, akibat kebijakan itu tidak hanya pemilik hotel yang mengalami penurunan pendapatan akibat kurangnya tamu, tetapi juga sejumlah biro perjalanan wisata, pedagang kaki lima, pedagang asongan, pedagang jajanan bahkan usaha katering juga ikut menurun pendapatannya.
"Jika melihat dampak kebijakan pemerintah itu secara luas, maka pada akhirnya bisa berdampak juga pada peningkatan angka kemiskinan di daerah," jelasnya.
Ia mengungkapkan, biasanya setiap kegiatan kunjungan kerja minimal dirangkaikan dengan kunjungan wisata atau paling tidak dengan "city tour" yang memberikan peluang terhadap pengembangan usaha masyarakat di berbagai bidang.
"Namun demikian, dengan diberlakukannya kebijakan itu mau tidak mau harus tetap kita patuhi. Tetapi khusus di kalangan pemerintah kota, kebijakan politis tersebut tidak terlalu berpengaruh, sebab selama ini kegiatan di hotel bisa dihitung dengan jari," ujarnya.
Justru, katanya, yang banyak membuat kegiatan itu adalah lembaga pemerintah pusat dalam memafaatkan hotel sebagai tempat kegiatan, dan kegiatan itu tentu memberikan dampak pada peningkatan hunian hotel.
Hal itu terkait selama ini setiap adanya kegitan yang dilaksanakan di hotel, berbagai sektor informal seperti industri kreatif di Kota Mataram bergerak dan sangat terbantu dengan adanya kegiatan di hotel.
"Apalagi, untuk wilayah-wilayah sentra kerajinan produk unggulan banyak dikunjungi wisatawan, bahkan pedagang datang ke hotel-hotel untuk menjual dagangannya," katanya.
Sehubungan dengan itu, pemerintah kota saat ini telah menyampaikan berbagai aspirasi melalui Pemerintah Provinsi NTB, agar kebijakan larangan di hotel dapat dikaji kembali.
"Mengingat Kota Mataram saat ini sedang memperkuat posisi sebagai daerah pusat kegiatan nasional, sebagai kawasan strategis provinsi, dan menjadi koridor IV pintu gerbang pariwisata Indonesia timur, sehingga pemerintah kota perlu memperkuat posisi untuk penyediaan akomodasi, pelayanan dan faslitas pendukung lainnya," jelasnya.
Ia berharap melalui aspirasi dari pemerintah provinsi, pemerintah dapat memberikan atensinya terhadap daerah-daerah yang menggantungkan pertumbuhan dan perkembangan daerah melalui sektor jasa, perdagangan dan pariwasata.
"Kalau kami mau ngomong apa, dikaji lagi atau dihentikan. Apa suara kami bisa diakomodasi, kecuali ada kesepakatan dari semua kepala daerah. Oleh karena itu, kami menyampaikan aspirasi melalui pemerintah provinsi," katanya.