REPUBLIKA.CO.ID, JATINEGARA -- Jumlah pengunjung diskotek di Jakarta Timur terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Menurut Kepala Suku Dinas Pariwisata Pemerintah Kota Administrasi Jaktim, Dedy Soetardi, penurunan itu imbas dari seringnya penggerebekan tempat hiburan malam oleh polisi.
Ia menyebut, razia dilakukan untuk menekan jumlah pengunjung yang mengonsumsi narkoba. “Tapi yang jadi permasalahan, menurutnya, pengunjung tidak semua mengonsumsi narkoba,” kata dia di Jakarta, Senin (15/12).
Pengunjung yang datang untuk mendapatkan hiburan, tetap menjalani tes urine. Hal itu, menurutnya, membuat pengunjung merasa tidak nyaman, dan tidak datang keesokan harinya.
“Pengunjung diskotik tidak semuanya mengonsumsi narkoba, jadi yang tidak mengonsumsi narkoba diperiksa urine. Besoknya, mereka tidak datang lagi ke situ karena kapok gak aman walaupun tidak mengonsumsi,” katanya.
Ia menyarankan agar saat melakukan operasi atau penggerebekan, polisi melakukannya secara tertutup. Sehingga pengunjung yang datang ke diskotek dan tidak mengonsumsi narkoba merasa nyaman.
Jadi, kata dia, razia hanya menyasar target operasi pengguna narkoba sehingga tidak mengganggu pengunjung yang lain. “Dari Sudin Pariwisata mengusulkan kepada para penegak hukum, khususnya polisi, kalau melakukan hal semacam itu. Jangan operasi terbuka digerebek semua dikumpulin, tapi melalui operasi tertutup atau silent operation,” ucapnya.
Dijelaskannya, industri pariwisata di Jaktim mencapai 179 titik, yang terdiri dari karaoke, panti pijat, dan diskotek. “Khusus rekreasi hiburan diskotik, panti pijat, bar, dan segala macamnya izin dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan,” kata dia menyebutkan.
“Kami,” kata Dedy melanjutkan, “dari sudin tidak mengeluarkan. Dari sudin itu kan sesuai pembagian kewenangan hanya yang kecil saja, restoran, rumah makan, katering, salon, itu sudin yang lain dinas,” ucap dia.