Selasa 16 Dec 2014 20:55 WIB

Iptek yang Dikembangkan Harus Berisiko Rendah

Menristek dikti, M Nasir
Menristek dikti, M Nasir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir menegaskan, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang dikembangkan harus berisiko rendah dan mendapat hasil yang tinggi.

"Kita negara penghasil bahan mentah yang selalu di ekspor dan biasanya di portofolio harga rendah. Penghasil karet, kopi, teh itu high risk low return, dengan teknologi tepat itu harus bisa dirubah menjadi low risk high return," kata M Nasir di sela-sela pemberian anugerah Pusat Unggulan Iptek (PUI) 2014 di Jakarta, Selasa (16/12).

Ia mencontohkan kondisi komoditas karet dan kelapa sawit dunia yang memiliki tren harga turun dari 28 dolar AS menjadi 19 dolar AS, sedangkan break even point karet berada di harga 21 dolar AS. Kondisi tersebut jelas sangat merugikan bagi perusahaan pengelola karet.

"Solusinya bagaimana? Ya bagaimana agar kita sebagai pengguna produk karet terbesar ke-6 dunia tidak lagi menggunakan produk karet impor dan jelas kita perlu teknologi," katanya.

Konsorsium karet, lanjutnya, sudah ada dan holding sudah dilakukan. Yang harus ada penambahan nilai dari bahan mentah menjadi bahan jadi yang mampu berkontribusi terhadap kesejahteraan rakyat Indonesia.

"World Economy Forum" menyebutkan dari 144 negara Indonesia berada di urutan 34 untuk urusan daya saing terkait inovasi, sedangkan riset berada di urutan 31. "Makanya hilirisasi dan komersialisasi harus kita lakukan," ujar dia.

Kendala yang menunjang kemajuan riset salah satunya adalah keterbatasan anggaran. Perbandingan dana riset APBN yang mencapai 74 persen sangat kontras dengan dana yang bersumber dari swasta. Padahal, kebanyakan negara maju pendanaan riset pihak swasta porsinya mencapai 75-85 persen.

Dana riset Indonesia 0,09 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), sedangkan Malaysia sudah mencapai satu persen, Singapura mencapai 2,19 persen.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement