REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah ilmuwan bersama Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) menawarkan kemandirian bangsa didasari kemajuan riset yang kuat dengan program "Indonesian Science Agenda" (ISA).
Ketua Komite Studi "Indonesia Science Agenda" yang juga Dekan Fakultas Ilmu Kemaritiman dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar Jamaluddin Jompa di Jakarta, Sabtu (20/12) mengatakan negara di seluruh dunia dituntut untuk bisa menyelesaikan masalahnya sendiri, ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi solusinya.
Dalam program ISA yang diinisiasi AIPI, disusun 45 pertanyaan ilmiah mendasar bagi masa depan Indonesia. Inisiatif itu dilakukan untuk menyongsong 100 tahun kemerdekaraan Indonesia pada 2045 di mana sains akan menjadi pondasi krusial bagi kemajuan bangsa.
Hampir semua aspek yang dikembangkan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) serta lembaga riset di Indonesia, menurut dia, sudah masuk ke dalam klaster-klaster di program Indonesian Science Agenda ini.
Pengelompokan memang dilakukan dalam delapan klaster sebagai bentuk simplifikasi dari begitu banyak isu yang dihadapi bangsa. "Masalah keutuhan bangsa dengan beranekaragam budaya dengan suku juga telah dipikirkan. Klaster ini menjadi pengelompokan penulisan, semua ditulis secara sangat komprehensif menyangkut seluruh dimensi kebangsaan," ujar Jamaluddin.
Sebelumnya Ketua AIPI Sangkot Marzuki mengatakan tidak mungkin membangun Indonesia tanpa memajukan sains. Karenanya, program ISA menjadi penting agar menjadi pondasi bagi kemajuan bangsa.
Program pengayaan sains untuk mendukung penulisan Indonesian Science Agenda juga dilakukan dengan mengirim ilmuwan-ilmuwan muda dari berbagai bidang dari Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, Universitas Hasanuddin, Universitas Tadulako, Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ke Canberra, Sydney, Hobart, dan Melbourne di Australia untuk berdiskusi dengan pimpinan dan perwakilan dari berbagai lembaga ilmiah di sana.