Senin 22 Dec 2014 12:45 WIB

Ahok dan DPRD DKI Terancam Sanksi Kemendagri

Rep: Ira Sasmita/ Red: Erik Purnama Putra
Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar Moenek.
Foto: Dokpri
Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar Moenek.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar Moenek mengatakan, hingga saat ini pihaknya baru menerima Rancangan Peraturan Daerah APBD 2015 dari 26 provinsi. Delapan provinsi yang belum menyerahkan hanya memiliki waktu satu pekan ini karena APBD 2015 paling lambat harus diketok pada 31 Desember nanti.

Dari delapan provinsi yang belum menyerahkan tersebut, menuru Reydonnyzar salah satunya adalah Provinsi DKI Jakarta. Menurutnya, pemerintah DKI Jakarta masih membahas RAPBD dengan DPRD DKI Jakarta.

"DKI belum masuk, silakan cek ke Pemprov SKI. Konon mereka masih melakukan pembahasan antara kepala daerah dan dewan," kata Reydonnyzar di kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (22/12).

Sebelumnya Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 903/6865/SJ pada 24 November lalu. Surat tersebut ditujukan kepada seluruh gubernur, bupati, wali kota, ketua DPRD Provinsi, dan Ketua DPRD Kabupaten/Kota tentang percepatan penyelesaian Ranperda APBD 2015.

Dalam Pasal 53 ayat (2) PP 58/2005 dinyatakan penetapan Ranperda APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD dilakukan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya. Artinya, APBD 2015 ditetapkan paling lambat 31 Desember 2014.

Surat tersebut menyebutkan, berdasarkan ketentuan Pasal 312 ayat (1) Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 23 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah menegaskan kepala daerah dan DPRD wajib menyetujui bersama Ranperda APBD paling lambat satu bulan sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun.

Dalam hal ini, untuk APBD 2015 persetujuan bersama dilakukan paling lambat 30 November 2014. "Kalau sampai 31 Desember 2014 daerah tak juga menetapkan Ranperda APBD, maka akan menerima sanksi. Yaitu tidak diberikan hak-hak keuangan selama enam bulan," kata Reydonnyzar.

Sanksi tersebut, menurut Reydonnyzar, sebagaimana diatur dalam Pasal 312 ayat (2) UU 32/2014. Hak-hak keuangan yang tidak akan dibayarkan selama enam bulan tersbeut meliputi hak-hak yang melekat dengan kepala daerah, wakil kepala daerah, pimpinan DPRD, dan seluruh anggota DPRD.

"Ini menyangkut gaji pokok, tunjangan jabatan, dan tunjangan lain-lain. Kalau dulu, APBD molor maka DAU (Dana Alokasi Umum) ditunda atau dipotong. Kalau sekarang hak keuangan kelembagaan kepala daerah dan DPRD," ujar mantan kepala puspen Kemendagri tersebut.

Karena itu, Reydonnyzar meminta delapan provinsi tersebut untuk menyetorkan RAPBD-nya ke pusat. Delapan provinsi itu adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Bengkulu, DKI Jakarta, Papua Barat, Kalimantan Barat, Maluku, dan Sulawesi Barat. Jika tidak, kepala daerah dan DPRD di daerah tersebut terancam akan terkena sanksi.

"Ya itulah salah satu konsekuensi dan implikasi aturannya. Tapi nanti akan kami lihat dan kaji lagi pemberian sanksi, ada semacam evaluasi apa penyebab keterlambatannya," ungkapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement