REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan sebanyak 120.966 jiwa atau 20.570 kepala keluarga di Aceh Timur dan Aceh Utara harus mengungsi akibat bencana banjir melanda dua daerah tersebut. "Daerah yang cukup parah terendam banjir adalah di Aceh Timur dan Aceh Utara yang mencapai tinggi 50-400 cm," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan terdapat tujuh kabupaten di Aceh terendam banjir sejak Minggu (21/12) hingga Rabu.
Tercatat, banjir merendam 73 kecamatan di tujuh kabupaten yaitu Aceh Timur, Aceh Utara, Aceh Tamiang, Aceh Selatan, Pidie, Lhokseumawe dan Banda Aceh. Banjir di Aceh Timur merendam 25.773 rumah di 276 desa (23 kecamatan) sehingga menyebabkan 59.488 jiwa (14.514 KK) mengungsi. Di kawasan tersebut terdapat daerah yang paling terdampak banjir yaitu Kecamatan Julok yang terendam hingga ketinggian dua meter. Sebanyak 5.743 jiwa warga 26 desa jiwa mengungsi ke tempat yang lebih tinggi.
Sementara itu, banjir di Aceh Utara melanda 20 kecamatan sejak Jumat (19/12). "Hingga saat ini masih dilakukan pendataan jumlah pengungsi. Banjir di Aceh Utara sendiri terjadi akibat sungai-sungai yang dangkal sehingga ketika hujan, debit air sungai meluap," kata dia.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Utara bersama TNI, Polri, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), relawan dan masyarakat masih melakukan evakuasi warga yang terlanda banjir. "Bantuan logistik terus dikirimkan ke lokasi banjir. BPBD kesulitan untuk menuju lokasi banjir karena keterbatasan perahu karet, peralatan, logistik, kendaraan operasional dan luasnya wilayah yang terendam banjir," katanya.
Lebih lanjut, dia mengatakan, kebutuhan mendesak adalah perahu karet, makanan siap saji, selimut, tikar, pakaian serta kebutuhan bayi dan anak. Di Aceh sendiri saat ini rentan terjadi banjir karena adanya sedimentasi di sungai akibat degradasi lingkungan. Untuk itu, perlu penanganan banjir secara komprehensif, baik struktural maupun nonstruktural agar resiko banjir dapat ditekan. "Meskipun BMKG menyatakan bahwa puncak hujan di Aceh sudah terlewati, yaitu sejak Oktober-November 2014, tapi ancaman banjir tetap tinggi," kata dia.