Kamis 25 Dec 2014 18:13 WIB

Tokoh Kristen tak Setuju Jokowi Hukum Mati Bandar Narkoba

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Erik Purnama Putra
Pdt Albertus Patty
Foto: Twitter
Pdt Albertus Patty

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI – Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan kunjungan silaturahim ke dua organisasi massa (ormas) Islam terbesar di Tanah Air, yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah pada Kamis (24/12). Dalam kunjungan itu, Presiden Jokowi membawa wacana pemberlakuan hukuman mati bagi para bandar narkoba di Indonesia.

Terkait dengan itu, Ketua Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Pdt Albertus Patty, menyatakan tegas ketidaksetujuannya. “Sebab bagi kami umat Kristen, persoalan mencabut nyawa itu hak Tuhan. Sama sekali tidak ada hak manusia, termasuk pemerintah, untuk melakukannya,” ujar Albertus Patty saat dihubungi Republika di Bekasi pada Kamis (25/12).

Tokoh Kristiani tersebut melanjutkan, mencabut nyawa seorang manusia tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun, termasuk penegakan hukum. Sebab, kata Albertus, nyawa merupakan anugerah Tuhan. Tidak ada hak manusia untuk merenggut anugerah itu lepas dari jasad manusia lain. Sekalipun muncul anggapan, kematian pelaku utama kriminal bisa memudarkan maraknya kejahatan di muka bumi.

“Bahwa hukuman mati merupakan solusi itu utopis,” kata Patty. Dia menerangkan, justru dengan mencabut nyawa gembong narkoba, pemerintah di saat yang sama melakukan hal yang persis diperbuat oleh gembong tersebut.

Seperti diketahui, untuk Indonesia, setiap harinya 40-50 orang tewas akibat penyalahgunaan narkoba. Bagaimanapun, menurut Albertus, hukuman mati tidak akan menghadirkan efek jera bagi bandar narkoba. Demikian pula, kematian bandar narkoba tidak akan membuat situasi kondusif.

“Narkoba merupakan masalah yang punya link luas. Tidak mungkin dengan membunuh satu dua orang bandar, lantas masalah selesai,” ujar Patty.

Dia juga menekankan, pemberlakuan hukuman mati cenderung memfinalkan anggapan bahwa pelaku tidak mungkin bertaubat dan memperbaiki diri. Dengan begitu, lembaga pemasyarakatan pun dianggap tak efektif untuk membina pelaku.

Bagi umat Kristen, kata dia, pintu taubat selalu ada bagi seluruh manusia yang telah berbuat jahat. Dengan demikian, bila pemerintah menghukum mati seseorang, maka berarti pemerintah memutus jalan orang tersebut untuk kembali berbuat baik sesuai perintah Tuhan.

Dia menggambarkan, bisa saja terjadi kekeliruan dari majelis hakim dalam menentukan sasaran vonis hukuman mati. Akibatnya akan benar-benar fatal bila di kemudian hari terungkap, keputusan hakim ternyata tidak tepat.

Patty mencontohkan Amerika Serikat. Katanya, ada sebuah pengadilan di sana yang bertahun-tahun kemudian diketahui telah menjatuhkan hukuman mati terhadap orang yang tidak bersalah. “Maka yang perlu kita lakukan, pembinaan terhadap pelaku dan pengawasan hukum,” ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement