Jumat 26 Dec 2014 18:51 WIB

Lima Hal untuk Respons Video Ancaman ISIS

Kelompok bersenjata ISIS.
Foto: AP
Kelompok bersenjata ISIS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ancaman ISIS yang diunggah di youtube harus dilihat sebagai bentuk terkonsolidasinya gerakan radikal dan terorisme di Indonesia.

Masa hibernasi dan tiarap dari jejaring terorisme di indonesia paska tewasnya Dr Azahari dan Noordin M Top telah berlalu dan jejaring radikal ini juga telah melakukan regenerasi yang baik paska pengiriman ratusan orang ke Suriah dan Irak selama setahun terakhir.

"Puluhan diantaranya telah kembali ke Indonesia via Batam, Medan, Makasar dan Surabaya," imbuh Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran, Muradi, saat dihubungi, Jumat (26/12).

Mereka yang kembali ke Indonesia diprediksinya akan membangun jejaring baru dan memotivasi jejaring lama untuk kembali menyebar teror di Indonesia. "Artinya ada hal urgent yang harus disikapi oleh TNI, Polri, BNPT, dan juga Densus 88 terkait dengan ancaman yang disebar via sosial media tersebut," ujar Muradi.

Ada lima hal yang harus dilakukan oleh institusi keamanan dalam merespons ancaman tersebut. Pertama, ancaman tersebut harus dilihat sebagai bagian dari kemungkinan menguatnya gerakan radikal di indonesia sebagai efek dari pengiriman ratusan orang ke suriah dan irak. Dan ini juga merupakan bagian dari rangkaian penyanderaan di sidney australia beberapa waktu lalu.

Kedua, institusi keamanan harus mendahului menyerang dan menghadang gerakan teror dan radikal di indonesia, baik jejaring yang lama maupun jejaring yang baru dari reinkarnasi jejaring ISIS di Indonesia.

Ketiga, institusi keamanan harus memastikan penangkapan gembong terorisme di indonesia atau setidaknya menghancurkan basis dan jejaring teror yang ada agar ada efek gentar yang membuat manuver dan upaya untuk melakukan teror tidak dilakukan secara masif.

Momentum menangkap santoso dapat dijadikan efek gentar dari pelaku teror tersebut bahwa institusi keamanan serius menyikapi ancaman tersebut.

Keempat, mengefektifkan peran publik dengan jejaring tokoh masyarakat, dan tokoh agama bersama dengan organissasi yang dimiliki oleh TNI, Polri,BIN, dan juga BNPT seperti Babinsa, Babinkamtibmas, Polmas, FKDM, dan juga FKPT untuk melakukan deteksi dini agar dapat memastikan bahwa jejaring teror dan kelompok radikal terbatasi ruang geraknya.

Kelima, pemerintah harus memastikan bahwa langkah untuk memberantas terorisme di indonesia membutuhkan kebijakan yang terintegratif semua elemen masyarakat, dan hal tersebut hanya dapat dilakukan dengan kebijakan pemerintah.

Salah satu yang harus dilakukan oleh pemerintah misalnya mengganti pimpinan TNI, Polri, Densus 88 dan juga BNPT manakala dinilai gagal agar motivasi yang lebih besar dari sekedar menjalankan peran dan fungsi rutinnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement