REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya menilai kemunduran demokrasi di Indonesia terjadi ketika partai-partai politik tak lebih dari sebuah fans club saja.
Sedangkan untuk Partai Demokrat sendiri, ia mengatakan, berdiri hanya untuk menjadi mesin politik dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2004.
"Jadi memang sejarahnya dimulai hanya untuk menggolkan seseorang untuk menyalurkan aspirasi politiknya," kata Yunarto ketika dihubungi Republika, Jumat (2/1).
Ia melanjutkan, selain itu SBY bahkan telah menancapkan pengaruhnya di badan partai melalui keluarganya.
Yunarto mencontohkan, Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas yang menduduki posisi sekretaris jenderal (Sekjen), SBY sebagai ketua umum dan kerabat dekat SBY, Agus Hermanto yang tak lain duduk sebagai wakil ketua DPR RI.
"Artinya, ada niatan untuk membangun partai ini sebagai partai keluarga," ujarnya.
Menanggapi pertanyaan apakah partai demokrat bisa hidup tanpa SBY, Yunarto mengatakan, partai apapun harus bisa hidup.
Ketika partai politik ingin beradaptasi dengan alam demokrasi, maka harus bisa hidup tanpa ketergantungan dengan pendirinya.
Namun, ia pesimis akan melihat itu dalam Kongres III Partai Demokrat bulan Februari 2015. Hal tersebut lantaran kekuatan besar SBY masih sangat mendominasi.
"Kekuatan SBY akan menjadi central dari kongres nanti," jelasnya.