REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Puncak peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW yang merupakan tradisi rutin Keraton Yogyakarta ditandai dengan Gerebeg Maulud, Sabtu (3/1). Untuk tahun ini, tujuh gunungan diarak dari Kraton menuju Masjid Gede, Kauman.
Ketujuh gunungan ini menggambarkan sedekah raja kepada rakyatnya dan menyimbolkan kesejahteraan terdiri dari: tiga gunungan kakung, satu gunungan putri, satu gunungan gepak, satu gunungan pawuhan, dan satu gunungan darat.
Selanjutnya Dua Gunungan didoakan dan diperebutkan di Alun-alu Utara sedangkan dua Gunungan Kakung masing-masing dibawa ke Kantor Pemda DIY Kepatihan dan Kadipaten Puro Pakualaman Yogyakarta. Gunungan Kakung yang dibawa oleh Kantor Pemda DIY diusung oleh sekitar 20 abdi dalem Gladhag dengan dengan diiringi oleh dua ekor gajah, sebanyak 104 orang abdi dalem Narakarya, dan sebanyak 60 orang prajurit Bugis.
Gunungan tersebut tiba di Pendopo Wiyoto Projo Kepatihan sekitar pukul 11.00. Utusan Dalem Sultan Hamengku Buwono X yakni KRT Rinto Isworo menyerahkan Gunungan Kakung kepada Sekda Pemda DIY Ichsanuri. Pada kesempatan ini Ichsanuri atas nama Pemerintah Daerah DIY menerima Gunungan Kakung yang merupakan pemberian dari Sultan Hamengku Buwono X.
‘’Puju Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang teelah memberikan barokah keselamatan, kesehatan sehingga dapat menerima hajat Dalem Sultan Hamengku Buwono X yang berupa Gunungan Garebeg Mulud Tahun EHE 1948 ini,’’tuturnya dengan bahasa Jawa.
Sekda DIY juga mendakan Sultan HB X serta permaisuri, para putra dalem (red. anak) kerabat dan para sentana dalem, prajurit dalem agar sehat selalu, panjang umur dan bahagia. Setelah berdoa yang dipimpin Achad Sidqi, Sekda DIY Ichsanuri mengambil secara simbolis gunungan yang terbuat dari hasil bumi Yogyakarta diantaranya: kacang panjang, cabe dan telur asin.
Kemudian diserahkan kepada beberapa pejabat eselon II diantaranya Kepala Dinas Kesehatan DIY dan Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Bambang Wisnu Handoyo.Para pejabat Pemda DIY eselon II dan III yang semuanya mengenakan busana tradisional adat Jawa pun juga mengambil secara simbolis gunungan tersebut. Selanjutnya Gunungan dibawa ke halaman depan Masjid Sulthoni Kepatihan untuk diperebutkan masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya.
Seperti halnya yang dilakukan oleh seorang warga Sorogeneng, Sleman Ny. Heru (67 tahun). Dia mengaku setiap ada Gerebeg Maulud selalu datang untuk memperebutkan gunungan. ‘’Sebagai kawula ratu, sejak sebelum nikah yakni tahun 1965 saya selalu datang untuk memperebutkan gunungan. Tujuannya supaya banyak rejeki, panjang umur dan awet muda,’’katanya sambil tersenyum. nneni ridarineni