REPUBLIKA.CO.ID, YAMAN -- Ketika Imam Syafii tinggal di negeri Yaman, negeri tersebut dipimpin oleh seorang penguasa yang sangat dzalim dan lalim. Imam Syafii berusaha mencegah kezalimannya agar tidak sampai kepada orang-orang yang ada di bawah kekuasaannya.
Dikutip dari Biografi Empat Imam Mazhab tulisan Syekh Abdul Aziz Asy Syinawi, Imam Syafii menimpakan sesuatu yang serupa dengan pedang kepada pemimpin negeri itu, berupa kritikan. Padahal, rakyat biasanya sering memuji-mujinya dan menaikkan pamornya.
Arahan Imam Syafii kepada penguasa itu berupa kritikan dan mengingkari dengan lisan. Sehingga, hal itu menjadikan pemimpin negeri merencanakan suatu tipu daya, muslihat, fitnah, dan pengaduan yang tidak benar terhadap diri beliau.
Ketika itu para khalifah Bani Abbasiyah menganggap bahwa musuh-musuh mereka yang kuat adalah orang-orang keturunan Ali. Ini karena mereka menyatakan memiliki nasab kepada Rasulullah seperti nasab orang-orang Bani Abbasiyah dan mereka memiliki hubungan khusus dengan Rasulullah yang tidak dimiliki oleh orang-orang keturunan Abbas.
Karenanya, jika keturunan Bani Abbasiyah membanggakan nasab mereka, maka orang-orang keturunan Ali pun juga bisa berbuat seperti itu dan dengan hubungan yang lebih dekat kepada Rasulullah.
Oleh sebab itu, ketika orang-orang Abbasiyah itu mengetahui adanya seruan kepada keturunan Ali, mereka akan segera menghabisinya, padahal pada saat itu seruan seperti itu sedang gencar-gencarnya. Terlebih, dalam membunuh orang-orang yang terkait dengan masalah tersebut, mereka hanya berdasarkan prasangka, bukan berdasarkan keyakinan dan fakta.
Sebab, mereka berpendapat bahwa membunuh orang yang tidak berdosa dan lurus perkaranya lebih utama dari pada membiarkan hidup orang yang dituduh akan merusak keamanan mereka.
Penguasa Yaman yang dzalim itu datang kepada mereka dari celah yang lemah di dalam jiwa-jiwa mereka. Ia menuduh Imam Syafii sebagai seorang yang mendukung keturunan Ali, sehingga ia mengirim surat kepada Khalifah Harun Al Rasyid di Baghdad yang isinya, "Sesungguhnya sembilan orang keturunan Ali telah bergerak."
Ia juga menyampaikan dalam surat tersebut, "Sesungguhnya aku takut jika mereka keluar, karena di antara mereka ada seorang laki-laki dari keturunan Syafii dari bani Abdul Muthalib yang mana aku tidak kuasa untuk menyuruh dan mencegahnya."
Salah satu riwayat menyebutkan bahwa penguasa Yaman itu juga berkata tentang Imam Syafii, "Ia bekerja dengan lisannya dengan hasil yang tidak bisa diraih oleh seorang prajurit dengan pedangnya."
Setelah menerima surat tersebut, Khalifah Harun Ar Rasyid memerintahkan bawahannya untuk menangkap sembilan orang keturunan Ali dan Imam Syafii.
Para perawi berkata, bahwa Harun Ar Rasyid membunuh sembilan orang tersebut, sedangkan Imam Syafii berhasil selamat karena hujjahnya beliau serta kesaksian dari Imam Muhammad bin Al Hasan.
Sebagai bukti kuatnya argumen beliau, adalah perkataannya kepada Harun Ar Rasyid, ketika itu beliau dituduh dengan suatu tuduhan dan beliau dihadapkan di antara pedang dan nathi (Alas dari kulit kerbau yang digunakan untuk menadahi darah orang yang dihukum pancung). Imam Syafii berkata:
""Wahai Amirul Mukminin, apa pendapat anda tentang dua orang laki-laki yang salah satunya menganggap saya sebagai saudaranya, sedangkan yang lain menganggap saya sebagai budaknya, manakah kira-kira di antara keduanya yang lebih saya cintai?"
Harun Ar Rasyid menjawab, "Orang yang menganggapmu sebagai saudaranya."
Imam Syafii berkata lagi, "Itulah anda wahai AMirul Mukminin, sesungguhnya kalian adalah anak dari Abbas, dan mereka anak-anak Ali, sedangkan kita adalah anak-anak Abdul Muthalib. Maka kalian sebagai anak-anak Abbas menganggap kami sebagai saudara-saudara kalian, sedangkan mereka menganggap kami sebagai budak-budak mereka."
Mengenai persaksian Muhammad bin Al Hsan, hal itu dikarenakan Imam Syafii telah bersikap baik ketika Muhammad bin Al Hasan melihatnya berada di majelis Ar Rasyid saat terjadi tuduhan itu. Ilmu adalah penyambung hubungan antara para pemiliknya. telah menyampaikan persaksian mengenai Imam Syafii, Muhammad bin Al Hasan menyebutkan bahwa Imam Syafii memiliki ilmu agama dan fikih yang luas, sedangkan hakim Muhammad bin Al Hasan mengetahui hal itu. Lalu, Ar Rasyid menanyakan hal itu kepada Muhammad bin Al Hasan, dan Muhammad pun menyebutkan kepadanya bahwa Imam Syafii memiliki ilmu yang banyak dan tuduhan yang diadukan penguasa Yaman kepada khalifah tidaklah benar.
Ar Rasyid berkatra kepada Muhammad bin Al Hasan, "Ajaklah ia bersamamu, sehingga aku bisa melihat urusannya."
Argumen yang kuat dan persaksian dari Muhammad bin Al Hasan, dua hal itu yang menjadikan diri Imam Syafii selamat dari hukuman khalifah Ar Rasyid.
ۙ