REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kepala Badan SAR Nasional Marsekal Madya FH Bambang Soelistyo mengatakan pengangkatan ekor pesawat Air Asia QZ 8501 bukan prioritas karena memakan banyak waktu dan tenaga.
"Sasarannya apa kalau kami hanya angkat? Kan 'capek' kami," kata Bambang di kantornya, Kemayoran, Jakarta, Rabu (7/1). Dia mengatakan sasaran utama dari SAR adalah mencari korban yang belum kunjung ditemukan akibat insiden Air Asia QZ 8501.
Selain itu, tim evakuasi bertugas membantu tim Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk menemukan kotak hitam. Bambang mengatakan pengangkatan itu bisa dilakukan kapan saja. Dengan kata lain, pengangkatan masih dikesampingkan dibanding hal yang lebih utama yaitu korban dan kotak hitam.
"Karena kalau kami angkat kami buang waktu lagi. Misalnya kami angkat dengan 'floating balloon' atau 'crane' itu bertahap, sedikit demi sedikit," katanya. Pengangkatan sendiri bisa dilakukan oleh pihak selain Basarnas.
"Ekor mau diangkat atau tidak itu adalah tahapan berikutnya. Tahap yang harus segera dilakukan adalah cari ada tidak korban di situ," katanya. Kemudian, kata dia, tim akan menandai ekor pesawat.
"Ekor itu biar walaupun kami tinggal tapi sudah ditandai, maka lebih mudah untuk ditelusuri lagi. Kemudian tim terus bergerak. Jadi ada sinyal yang memberikan posisi ekor yang sudah kami tandai ini," katanya.
Tim SAR gabungan sendiri harus berpacu dengan waktu untuk menemukan kotak hitam dan korban. Semakin lama waktu pencarian maka sinyal "ping" kotak hitam akan hilang karena baterainya hanya bertahan selama 30 hari sejak insiden terjadi.
Selain itu, jenasah korban Air Asia dikhawatirkan semakin membusuk tingkat lanjut jika evakuasi tidak dilakukan dengan cepat. Hingga hari ke-11 pencarian Air Asia, sudah 40 jenazah ditemukan berikut 12 serpihan pesawat rute Surabaya-Singapura itu.