Jumat 09 Jan 2015 02:22 WIB

AirAsia QZ8501, Kisah Penyelam Tumpuan Harapan

Rep: C85/ Red: Julkifli Marbun
 Dalam foto yang dirilis oleh Basarnas, Rabu (7/1), tampak ekor pesawat Air Asia QZ 8501 dengan registrasi PK-AXC ditemukan di dasar laut.  (AP/Basarnas)
Foto: AP/Basarnas
Dalam foto yang dirilis oleh Basarnas, Rabu (7/1), tampak ekor pesawat Air Asia QZ 8501 dengan registrasi PK-AXC ditemukan di dasar laut. (AP/Basarnas)

REPUBLIKA.CO.ID, PANGKALAN BUN -- Di tengah Laut Jawa, pada jarak 60 mil laut atau sekitar 108 kilo meter dari posko utama evakuasi di Lanud Iskandar Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Komandan Gugus Keamanan Laut Armada Barat Laksma TNI Abdul Rasyid Kacong berujar bahwa dua penyelam yang diterjunkan, yakni Serma Boflen Sirait dan Serka Marinir Oo Sudarma, berhasil melakukan penyelaman ke dasar laut sedalam 33 meter.

Abdul Rasyid lantas mengadakan jumpa pers sederhana di atas KRI Banda Aceh yang menjadi OCS (Operation SAR Coordinator) dalam upaya evakuasi korban dan puing pesawat AirAsia QZ8501. Dia menyatakan, tim penyelam berhasil menyentuh badan pesawat yang kemudian diyakini sebagai ekor pesawat. Bagian ekor tersebut ditemukan pada koordinat 03 36 31 LS - 109 41 66 BT.

Salah satu fotografer Republika, Wihdan Hidayat, sempat mengabadikan bagaimana kedua penyelam tersebut berhasil membawa gambar-gambar otentik kondisi ekor AirAsia QZ8501 dan serpihan lain di dasar laut. Wihdan mengikuti segala kegiatan di atas KRI Banda Aceh satu pekan tearkhir. Dia menyaksikan bagaimana tim penyelam membutuhkan 4 kali penyelaman sebelum berhasil mencapai puing di kedalaman 33 meter dari permukaan laut.

Selama 17 menit penyelaman, bagian ekor pesawat akhirnya ditemukan tim penyelam. Yang mengejutkan adalah kedua penyelam mencapai permukaan hanya dengan satu tabung saja. Istilahnya, body breathing. Secara bergantian, Bovlen dan Sudarma bergantian menghirup oksigen dari satu tabung saja.

"Waktu menyelam cuma 17 menit. Dari dua tabung satu tabung habis, tapi sesuai prosedur," ujar Abdul Rasyid Kacong. Keduanya mencapai permukaan dengan selamat, meski harus masuk ke ruang 'chamber' untuk menormalkan tekanan dan nafas mereka.

Di Posko Evakuasi Pangkalan Bun, Rudi Hartanto ikut mendengar kabar dari tengah lautan. Raut wajahnya tampak lega. Saat itu Rudi mengenakan kaos cokelat bertuliskan "Navy Divers" sambil menunggu kabar dari kawan-kawannya. Namun tak hanya Rudi, semua orang di posko Pangkalan Bun turut mengucap syukur. Sepuluh hari pencarian akhirnya membuahkan hasil. Bovlen dan Sudarma menumbuhkan lagi harapan itu.

Sersan Mayor Rudi Hartanto adalah Ketua Tim Kameramen bawah laut. Dialah sosok yang bertanggung jawab terhadap dokumentasi observasi yang dilakukan di lokasi ekor pesawat. Rudi, bersama dengan Bovlen dan Sudarma adalah anggota tim penyelam yag tergabung dari Kopaska, Denjaka, Taifib, dan juru selam dari TNI Angkatan Laut.

Tentang teknis penyelaman, Rudi menjelaskan bahwa tidak ada yang salah dalam melakukan penyelaman AirAsia. Baik Bovlen dan Sudarma, menurut rudi telah melakukan hal yang tepat dengan menerapkan teknik "body breathing". Teknik ini mewajibkan keduanya untuk bergantian menghirup oksigen di saat salah satunya telah kehabisan oksigen, seperti kasus yang dialami oleh Bovlen dan Sudarma.

Dia juga menambahkan, waktu selam yang dihabiskan, 17 menit, masih belum melampaui batas maksimal 20 menit. Rudi menyebutkan bahwa bagi penyelam militer, untuk kedalaman 33 meter dapat dilakukan dalam waktu maksimal 20 menit. Berbeda dengan penyelam sipil yang hanya diperbolehkan menyelam maksimal 15 menit untuk kedalaman 33 meter.

"Lagian sangat wajar bila keduanya lebih cepat kehabisan oksigen saat mereka melawan arus yang kuat. Belum lagi jarak pandang yang rendah," jelas Rudi kepada Republika, Kamis (8/1). Kekuatan arus bawah air dan jarak pandang, menurutnya adalah tantangan yang harus dihadapi oleh penyelam.

Rudi menambahkan, penyelam yang turun juga dibekali dengan senter dan pengait. Kedua alat ini digunakan untuk membantu mereka bila menghadapi jarak pandang yang buruk dan arus bawah air yang kuat.

Rudi juga menyebutkan bahwa tim penyelam yang melakukan observasi juga dibekali dengan kamera Sony PD170 dan equilock HD10,dengan kedalaman bisa mencapai 100 meter. "Cukup berat lho 15 kg, tapi bisa untuk pemberat," lanjutnya. Selain kamera, penyelam juga menggunakan pemberat yang terbuat dari timah untuk mempermudah penyelaman.  

Dalam melakukan penyelaman ke kerangka pesawat AirAsia QZ8501, Rudi menjelaskan bahwa penyelam harus melakukan observasi mengelilingi kerangka secara menyeluruh. "Baru kemudian didokumentasikan," jelasnya.

Tim yang ikut menyelam, lanjut Rudi, adalah anggota yang terpilih. Rudi menyebut bahwa Bovlen dan Sudarma misalnya, adalah dua penyelam yang telah berpengalaman melakukan observasi bawah air.

Tugas para penyelam gabungan belu lah usai. Mereka masih harus membantu proses evakuasi ekor pesawat ke permukaan. Kamis (8/1), upaya pengangkatan ekor belum berhasil. Arus bawah laut mencapai 5 knot sehingga membahayakan para penyelam. Belum lagi jarak pandang yang rendah.

Operasi penyelaman menjadi garda depan dalam pengangkatan ekor pesawat yang diduga kuat juga tersimpan kotak hitam. Kota hitam inilah yang nantinya akan mengungkap misteri di balik jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 pada Ahad (28/12) lalu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement