REPUBLIKA.CO.ID, PARIS-- Dewan Islam Perancis dan Organisasi Uni Islam Perancis mengeluarkan pernyataan bersama yang menyerukan umat Islam di negaranya untuk tetap tenang dan menghindari reaksi emosional yang tidak sesuai dengan martabat serta menghormati kebebasan berpendapat.
"Masalah baru adalah ketika Charlie Hebdo akan kembali terbit pada Rabu (14/1), seminggu setelah serangan yang menewaskan 12 orang," bunyi pernyataan tersebut, seperti dilansir AFP.
Penggambaran Nabi Muhammad SAW dinilai umat Muslim sebagai pelecehan yang sangat tercela. Institut Dunia Arab di Paris juga telah mengutuk serangan teror yang ditunjukan dengan menggantungkan tulisan 'Kita semua Charlie' dalam bahasa Arab dan Perancis pada lembaga budaya yang didirikan bersama oleh Perancis dan 18 negara-negara Arab, termasuk Arab Saudi, Mesir dan Yaman.
Polemik Charlie Hebdo belum sepenuhnya usai, namun aksi propaganda melalui media terus terjadi setelah novelis Perancis Michel Houellebecq akan mempromosikan buku terbarunya yang berisikan tentang bagaimana seandainya Perancis hidup di bawah pemerintahan Islam di masa depan.
Penerbit yang menerbtikan buku ini, Flammarion mengatakan promosi buku yang sejatinya akan dimulai di Perancis akan ditunda untuk sementara menyusul serangan terhadap Charlie Hebdo. Flammarion menyatakan promosi akan dilakukan di Jerman dalam festival buku lokal LitCologne pada pekan depan.
Pemilihan Jerman sebagai promosi buku ini dinilai tidak aneh mengingat protes massa menentang Islam terus berkumandang di negara peraih Piala Dunia tahun lalu tersebut.
Sementara itu, Perdana Menteri Perancis Manuel Valls mengatakan kepada anggota parlemen pada Selasa (13/1) kemarin bahwa negaranya aka berjuang sekuat tenaga untuk melawan terorisme dan radikalisme. Namun, ia juga menekankan pentingnya pemahaman yang kerap disalahartikan sebagian orang bahwa negaranya tidak berperang dengan agama apapun.
"Perancis tidak berperang melawan Islam dan Muslim," tegasnya.