REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bidang Penanganan Kasus Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Muhammad Isnur menyarankan Komjen Budi Gunawan untuk berkonsentrasi terhadap statusnya yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Sebaiknya Budi berkonsentrasi mempersiapkan pembelaan karena KPK tidak pernah sembarangan menetapkan seseorang sebagai tersangka. Apalagi, belum ada keterangan resmi dari Presiden maupun DPR terkait pencalonannya," kata Muhammad Isnur melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (14/1).
Isnur mencontohkan kasus korupsi yang melibatkan anggota Korps Bhayangkara. mantan kepala Korps Lalu Lintas Irjen Djoko Susilo dan Aiptu Labora Sitorus sama-sama dihukum 15 tahun penjara oleh Mahkamah Agung.
Banyak polisi aktif yang ditengarai melakukan tindakan memperkaya diri sendiri dengan berbagai cara sepertinya korupsi dana simulator, pembalakan hutan, penimbunan bahan bakar minyak (BBM) dan pencucian uang.
"Diperlukan Kapolri yang cemerlang dari sisi rekam jejak dan mulia dari sisi moral, bukan penegak hukum yang memiliki masalah hukum," tuturnya.
Sejak awal, LBH Jakarta telah menyatakan menolak pencalonan tunggal Komjen Polisi Budi Gunawan sebagai Kapolri. LBH Jakarta meminta DPR untuk menggunakan kewenangannya untuk menolak pencalonan tunggal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.
KPK telah menetapkan calon Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap dari transaksi mencurigakan.
"Menetapkan tersangka Komjen BG (Budi Gunawan) dalam kasus tersangka dugaan tindak pidana korupsi penerimaan janji saat yang bersangkutan menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir di Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lain di Mabes Polri," kata Ketua KPK Abraham Samad di gedung KPK Jakarta, Selasa (13/1).
KPK menyangkakan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan berdasarkan pasal 12 huruf a atau b pasal 5 ayat 2 pasal 11 atau pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya.
Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.
Samad menjelaskan KPK telah melakukan penyelidikan sejak Juli 2014. Telah setengah tahun lebih KPK melakukan penyelidikan terhadap kasus transaksi tidak wajar yang dilakukan Budi Gunawan. "Pada akhirnya KPK menemukan peristiwa pidana dan telah menemukan lebih dari dua alat bukti untuk meningkatkan kasus ini dari tahap penyelidkan ke penyidikan pada 12 Januari 2015," ungkap Samad.