REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tiga perusahaan kontraktor menggugat Undang Undang No. 21 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terkait dengan alat-alat berat. Norma yang diujikan yaitu Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf e bagian c dari UU LLAJ.
"Menurut kami norma itu telah melanggar konstitusi, khususnya pasal 28 B ayat 1, tentang kepastian hukum, keadilan, dan perlakuan yang sama," ujar kuasa hukum pemohon Ali Nurdin usai pemeriksaan pendahuluan di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu.
Norma tersebut berbunyi, "Yang dimaksud dengan 'kendaraan khusus' adalah kendaraan bermotor yang dirancang khusus yang memiliki fungsi dan rancang bangun tertentu, antara lain 'bulldozer', traktor, mesin gilas (stoomwaltz) 'forklift', 'loader', 'excavator', dan 'crane'."
Pemohon berpendapat bahwa berdasarkan fungsinya, alat berat merupakan alat produksi, sehingga berbeda dengan kendaraan bermotor yang berfungsi sebagai moda transportasi, baik barang maupun orang."Kami berpendapat bahwa itu tidak bisa disamakan bahwa alat berat diatur secara bersamaan dengan kendaraan bermotor. Kalau mau diatur silahkan, namun sebaiknya secara terpisah. Itu intinya," kata Ali Nurdin.
Maka, dengan menyamakan antara alat berat dengan kendaraan bermotor maka alat berat diharuskan mengikuti uji tipe dan uji berkala seperti halnya kendaraan bermotor. Tapi hal itu tak mungkin bisa dipenuhi karena karakteristik alat berat tidak akan pernah sama dengan kendaraan bermotor.
Tiga perusahaan kontraktor yang merupakan pemohon dari uji materi ini adalah PT Tunas Jaya Pratama, PT Multi Prima Universal, dan PT Marga Maju Japan.