REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Tim Disaster Victim Identification (DVI) menjelaskan, identifikasi jenazah tidak bisa hanya mengandalkan properti korban. Hal tersebut disampaikan merespons temuan warga nelayan atas jenazah diduga korban insiden Air Asia QZ8501 yang mengantongi tanda pengenal.
"Kami tidak bisa mengandalkan hanya properti, karena properti bisa berpindah tangan. Bisa dititipkan, bisa terjatuh lalu di amankan," ujar ketua tim DVI Polda Jatim Kombes Pol dr Budiyono di Mapolda Jawa Timur, Kamis (29/1).
Menurut Budiyono, agar identifikasi dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, hukum dan moral, harus memenuhi sejumlah syarat. Pertama, menurut dia, setidaknya dibuktikan oleh satu metode primer, yakni pencocokan data gigi, DNA atau sidik jari.
Kedua, Budiyono melanjutkan, identifikasi juga bisa dipertanggung jawabkan dengan pembuktian dua metode sekunder, yakni kecocokan data medis, seperti tanda lahir atau data medis-antropologis, yakni usia, jenis kelamin dan tinggi badan.
Baru, setelah itu, bisa didukung dengan oleh kecocokan properti. Sayangnya, metode primer pemeriksaan sidik jari dan sekunder, yakni pemeriksaan tanda medis, sudah tidak bisa diandalkan. Pasalnya, kondisi jenazah kebanyakan sudah tidak lagi baik.
Oleh karena itu, menurut Budiyono, tim DVI masih perlu melakukan pencocokan gigi atau DNA. "Saya yakin pasti teridentifikasi, hanya butuh waktu," ujar Budiyono.
Diberitakan sebelumnya, nelayan di sekitar perairan Sulawesi setidaknya menemukan dua jenazah. Mereka menduga itu korban Air Asia karena mendapati kartu identitas atas nama Jong Jeng Fei dan Saiful Rakhmad.