REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penundaan musyawarah nasional (Munas) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia disayangkan sejumlah pihak. Hal tersebut membuat penentu sidang munas dan peserta berpeluang melakukan manuver dalam jeda waktu yang tidak ditentukan.
Termasuk manuver politik transaksional atau politik uang.
"Semakin lama pemilihan ditunda, nilai tawar semakin tinggi untuk pimpinan sidang dan pemilik suara dalam munas," ujar Andre Rosiade, salah seorang pengurus HIPMI di sela-sela rapat konsultasi bersama pendiri HIPMI yang juga mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Abdul Latief di Jakarta.
Ia mengatakan, jangan sampai ada indikasi munas dijadikan ajang adu logistik politik uang yang dapat dimanfaatkan caketum tertentu untuk menggunting kandidat lain yang memiliki logistik terbatas.
"Jika penundaan munas berlanjut dan pada saat bersamaan pola transaksional serta politik uang makin dominan, kandidat yang berjuang dari bawah demi membesarkan organisasi akan rontok akibat ulah para calo suara yang memeras para caketum," kata dia dalam pernyataan tertulis, Kamis (29/1).
"Kasihan para caketum, para senior dan pendiri. Kasihan HIPMI karena jadi rusak," kata dia lagi.
Hal senada diutarakan Alumni Diklantas HIPMI Lemhanas Angkatan II. Sebagai salah satu wadah perhimpunan anggota HIPMI, Alumni Diklatnas HIPMI Lemhanas Angkatan II menyesalkan terjadinya penundaan persidangan Munas HIPMI XV.
Oleh karena itu, Alumni Diklatnas HIPMI Lemhanas Angkatan II mengajak seluruh elemen organisasi baik para senior, Dewan Kehormatan, Dewan Pembina dan Badan Pengurus Daerah (BPD) serta Badan Pengurus Cabang (BPC) dan para anggota HIPMI di seluruh tanah air untuk tetap menjaga dan menjunjung tinggi persatuan dan persaudaraan sesama anggota HIPMI serta mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan kelompok dan individu.