Sabtu 31 Jan 2015 17:59 WIB

Hindari Kerusuhan, PKS Ajukan Revisi UU Pilkada

Rep: CR05/ Red: Ilham
Logo PKS
Logo PKS

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR menilai Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang merevisi Perppu no. 1/2014 memiliki banyak kelemahan. Karena itu, PKS akan memperjuangkan revisi UU tersebut agar dapat dilaksanakan secara berkualitas.

Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini mencontohkan beberapa poin kelemahan dalam UU Pilkada itu. Diantaranya terkait uji publik, Pelaksana tugas pejabat, syarat dukungan pencalonan Kepala Daerah, dan cara penyelesaian sengketa Pilkada.

"PLT yang panjang sangat menyedot birokrasi pusat. Aturan calon Kepala dan Wakil Daerah yang tidak berpasangan juga menimbulkan konflik," kata Jazuli di Pancoran Jakarta Selatan, Sabtu (31/1).

Lebih lanjut Jazuli menyampaikan, PKS akan mengusulkan agar calon Kepala dan Wakil Kepala Daerah itu berpasangan. Sebab, akar konflik permasalahan yang muncul menurutnya ada dalam UU Pilkada. UU Pilkada tidak secara eksplisit menjelaskan pembagian tugas antara calon Kepala maupun Wakil daerah itu.

Sementara terkait syarat dukungan pencalonan yang harus mencapai 20 sampai 25 persen, dinilai tidak efisien. Padahal, bila sudah ada lima peserta dengan persentase suara paling tinggi, maka bisa langsung menjadi calon Kepala Daerah.

"Lalu UU ini juga seharusnya tidak membuka peluang untuk pemilihan putaran kedua. Daripada begitu, lebih baik uangnya dialokasikan untuk bangun Puskesmas, sekolah roboh, dan jembatan," kata dia.

Dia menambahkan, usulan-usulan yang akan diperjuangkan PKS itu tidak lain untuk menutup celah kerusuhan dan konflik yang kerap terjadi. "Selain menutup celah kerusuhan, soal cara penyelesaian sengketa Pilkada yang akan kita perjuagkan juga misalnya akan mampu menutup ruang bagi oknum calon maupun pengadilan," terang dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement