Selasa 03 Feb 2015 05:57 WIB

OJK Dorong Industri Jasa Keuangan Buka Akses di Pelosok

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Mansyur Faqih
Aktivitas di kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta, Senin (22/9). (Republika/Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Aktivitas di kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta, Senin (22/9). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ingin meningkatkan peran industri jasa keuangan dalam membuka akses seluas-luasnya untuk masyarakat. Antara lain, dengan mendorong industri jasa keuangan membuka akses layanan kepada masyarakat di pelosok.

"Industri jasa keuangan harus mampu membuka akses keuangan pada yang kecil-kecil. Tugas ini perlu kita kerjakan bersama-sama," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad saat meresmikan gedung Kantor OJK Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di Yogyakarta, Senin (2/2).

Muliaman mengatakan, masyarakat di pelosok masih menghadapi berbagai kesulitan untuk bisa mengakses industri jasa keuangan. Bukan hanya kesulitan mendapatkan informasi yang memadai, tetapi juga adanya kendala jarak. 

Padahal, kata dia, potensi ekonomi masyarakat pelosok sangat besar. Ia menyebut, 75 persen masyarakat masih kesulitan untuk mengakses jasa keuangan. "Kalau akses terbuka, muncul potensi ekonomi luar biasa. Bukan hanya pada industri, tapi juga pembangunan," kata dia.

Karena itu, menurut Muliaman, OJK bersama industri jasa keuangan dan pemerintah daerah dapat mendorong terbukanya akses untuk masyarakat. Salah satu caranya adalah memberikan jalan bagi bank untuk membuka cabang tanpa perlu mendirikan kantor. 

Sehingga, kata dia, bank hanya cukup untuk menunjuk agen di pelosok. Bank dapat membina dan merekrut tenaga yang menjadi agen ini. 

Menurut dia, agen itu bisa saja toko kecil, masyarakat, atau lembaga keuangan mikro. Sehingga dengan ini, bank bisa lebih efisien dalam memperluas cakupan usahanya. 

Tahun ini, Muliaman mengatakan, layanan tersebut sudah dimulai oleh sekitar 17 bank, pemerintah dan swasta. Ia menyebut sudah terbentuk juga tambahan sekitar 30 ribu agen untuk bisa menjangkau masyarakat di pelosok. 

Dengan adanya agen bank ini, ia berharap bisa menjadi pesaing keberadaan rentenir. Sehingga, masyarakat dapat mencari sumber dana di bank, tak lagi ke rentenir. "Layanan keuangan tanpa kantor bisa kita segera push, sehingga penetrasi layanan keuangan di Indonesia semakin baik," kata dia.

Selain itu, Muliaman juga menekankan pentingnya industri jasa keuangan untuk selalu kreatif dan inovatif dalam mendesaian produk keuangan. Kreativitas diperlukan sebagai antisipasi akan kebutuhan produk keuangan. Salah satu yang menjadi sasarannya adalah masyarakat kelas menengah yang jumlahnya semakin meningkat.

Langkah lain yang perlu mendapat perhatian industri jasa keuangan, menurut Muliaman, adalah mengenai pembiayaan pembangunan jangka panjang. Sebab sekarang ini, sudah sulit untuk hanya mengandalkan kredit perbankan. 

Ia mengatakan, rasio pinjaman dengan dana pihak ketiga di bank itu sudah relatif tinggi. "Ini sudah kami dorong bersama dengan pemerintah. Industri keuangan nasional harus bisa menyediakan sumber dana jangka panjang. Harus dilihat beyond banking, di luar bank ada apa," kata dia.

Salah satunya, menurut Muliaman, dengan melihat pasar modal untuk pembiayaan pembangunan. Surat hutang bisa diterbitkan di pasar modal untuk dibeli investor berjangka panjang, pun dengan saham.

Menurut dia, langkah seperti ini perlu terus dikenalkan dan didorong ke depan. Sehingga produk keuangan jangka panjang bisa menjadi sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement