Selasa 03 Feb 2015 01:24 WIB

Jadi Produsen Terbesar, Tapi Lampung Masih Impor Gula

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Mansyur Faqih
Gula impor
Foto: R Rekotomo/Antara
Gula impor

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Lampung menjadi produsen gula terbesar di Sumatra dan nomor tiga nasional. Namun, ternyata provinsi itu masih mengimpor gula dan kembang gula dari negara lain. 

Padahal, daerah yang banyak kebun tebu dan pabrik gula ini berkontribusi 30 persen kebutuhan gula nasional.

Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung, Senin (2/2), menyebutkan provinsi ini mengimpor gula dan kembang gula pada Desember 2014 sebesar Rp 13,0 juta dolar AS atau naik 100 persen dari bulan sebelumnya.

Kepala BPS Lampung, Adhi Wiriana, mengatakan meski terjadi penurunan total impor, pada golongan utama lainnya mengalami peningkatan. Yakni, impor binatang hidup naik 3,2 juta dolar AS (17,93 persen), gandum-ganduman naik 13,1 juta dolar AS (209,31 persen), mesin-mesin/pesawat mekanik 6,9 juta dolar AS (100,79 persen), dan gula/kembang gula naik 13,0 juta dolar AS (100 persen).

Sedangkan kelompok barang terjadi penurunan impor, pada minyak dan gas bumi (migas) mencapai 49,7 juta dolar AS (30,01 persen). Penurunan juga terjadi pada ampas/sisa industri makanan untuk pakan ternak turun 1,8 juta dolar AS (14,36 persen).

"Andil impor migas terhadap total impor Provinsi Lampung di Desember 2014 cukup tinggi yakni 54,02 persen, baru diikuti binatang hidup, gandum, gula/kembang gula dan ampas/sisa makanan," kata Adhi.

Ia mengatakan, pemasok barang impor ke Lampung pada Desember 2014 terbesar dari Singapura dengan nilai 42,8 juta dolar AS, Uni Emirat Arab 27,2 juta dolar AS, Saudi Arabia 26,9 juta dolar AS, Qatar 23,3 juta dolar AS, Brazil 23,3 juta dolar AS, Australia 21,4 juta dolar AS, dan Cina 11,7 juta dolar AS.

Sedangkan kontribusi impor Lampung pada Januari-Desember 2014 berasal dari negara utama mencapai 52,60 persen. Kemudian ASEAN 29,66 persen, Uni Eropa 1,98 persen. Total impor dari negara utama tersebut mencapai 84,24 persen atau 2,89 miliar dolar AS. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement