Sabtu 07 Feb 2015 21:52 WIB

Pengamat: Jokowi Kesulitan Bangun Komunikasi Politik

Rep: C82/ Red: Julkifli Marbun
Hanta Yudha
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Hanta Yudha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Poll Tracking Institute Hanta Yudha menilai Presiden Joko Widodo kewalahan membangun komunikasi politik, baik itu komunikasi elit maupun publik.

Menurut Hanta, sama seperti presiden sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Jokowi memang piawai membangun komunikasi publik dengan bahasa yang merakyat dan dekat di awal kemunculannya. Namun, ia mengingatkan, saat ini Jokowi adalah presiden dan bukan lagi calon presiden.

"Jadi harus bertransformasi. Dukungan elit politik harus dijaga tapi juga harus mendengar aspirasi publik," kata Hanta di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/2).

Hanta menilai, Jokowi masih sangat kurang maksimal dalam hal membangun komunikasi elit. Ia pun menyebutkan beberapa hal yang menjadi penyebab Jokowi kesulitan dalam membangun komunikasi politik, khususnya komunikasi elit.

"Pertama, beliau memang termasuk dari daerah, walikota, gubernur, kedua, beliau bukan ketua umum, veto player seperti SBY, dan ketiga, butuh waktu untuk jadi piawai untuk lakukan komunikasi di tingkat elit," ujarnya.

Untuk mengatasi masalah tersebut, lanjut Hanta, Jokowi harus menjaga komunikasi publik dengan terus menjaga kepercayaan masyarakat. Dalam menjaga kepercayaan tersebut, mantan Gubernur Jakarta itu harus mendengarkan aspirasi publik, meskipun tidak bergantung sepenuhnya pada opini.

"Sehingga pondasi Jokowi tidak roboh. Karena sejak awal Jokowi menggunakan dukungan publik sebagai pondasi politiknya. Didukung PDIP untuk jadi presiden itu karena didukung elaktibilitas yang tinggi,"

kata Hanta.

Selain itu, Jokowi juga harus membentuk sebuah tim untuk membangun negosiasi elit. Hanta mencontohkan, saat memerintah, SBY didampingi oleh Jusuf Kalla (JK) yang lincah untuk berkomunikasi dengan para elit. Ia pun menyayangkan peran JK yang berbeda sekarang.

"JK yang dulu dengan yang sekarang saya lihat perannya agak berbeda.

Selain posisi politiknya, ia juga berubah karena politik itu dinamis,"

ujarnya.

"Dua hal itu yang harus dibangun Jokowi. Beliau harus berani dan terampil mengelola itu. Di saat yang sama membentuk tim negosiasi yang baik ke publik dan memiliki kinerja yang bagus dan juga tim negosiasi ke elit yang kokoh," kata Direktur Eksekutif Poll Tracking Institute itu menambahkan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement