Senin 16 Feb 2015 00:57 WIB

MUI: Perpolitikan Nasional Cenderung Halalkan Segala Cara

Rep: C14/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin berbicara saat diskusi publik di PP Muhammadiyah, Jakarta, Senin (26/1).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin berbicara saat diskusi publik di PP Muhammadiyah, Jakarta, Senin (26/1).

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin berharap partai politik di Indonesia mendukung risalah Yogyakarta, yang merupakan hasil Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-6. Risalah yang dimaksud adalah seruan kepada penyelenggara negara dan kekuatan politik mengembangkan politik berakhlakul karimah.

Menurutnya, lahirnya butir Risalah Yogyakarta tersebut dilatari oleh belum dominannya politik yang santun dari politikus-politikus nasional.

"Itu dilatari oleh pengamatan peserta kongres, budaya politik yang berkembang di Indonesia dewasa ini belum mengembangkan politik yang berakhlakul karimah. Atau sederhananya, politik yang santun," ujarnya saat dihubungi Republika, Ahad (15/2) di Bekasi.

Din melanjutkan, warna utama yang tampil dalam perpolitikan nasional, cenderung menghalalkan segala cara. Sehingga, politik tidak berhasil menjadi sarana efektif untuk mewujudkan tujuan bernegara, semisal kesejahteraan umum dan ketentraman.

"Politik lebih tampil sebagai tujuan, bukan sarana. Bahwa politik untuk politik itu sendiri, yakni merebut atau melanggengkan kekuasaan. Kalau ini berlanjut, tidak akan membawa bangsa ke cita-cita Indonesia berkeadilan," katanya.

Ketua Umum PP Muhammadiyah itu melanjutkan, saat ini hubungan politikus atau partai-partai politik dengan ormas-ormas Islam cenderung renggang. Ia melihat ada kesan bahwa perjuangan politik praktis oleh partai-partai berplatform Islam berlangsung di jalan yang berbeda tujuan dari ormas-ormas Islam. Pun, dengan tujuan dan kepentingannya sendiri pula.

"Partai-partai hanya datang kepada ormas-ormas untuk mencari dukungan (pemilihan umum). Setelah berhasil meraih kekuasaan, cenderung melupakan umat Islam. Meskipun kita tidak bisa juga menggeneralisasi," katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-6 yang digelar di Yogyakarta, menghasilkan tujuh poin komitmen bersama yang disebut "Risalah Yogyakarta".

Pada butir ke-2 Risalah Yogyakarta berbunyi, menyeru penyelenggara negara (eksekutif, legislatif, maupun yudikatif) dan kekuatan politik nasional untuk mengembangkan praktik politik yang ber-akhlaqul karimah dengan meninggalkan praktik politik yang menghalalkan segala cara, dengan menjadikan politik sebagai sarana mewujudkan kesejahteraan, kemakmuran, keamanan dan kedamaian bangsa.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement